Thursday 7 March 2013

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA
A.      Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus, riketsia) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari.

B.      Tanda dan Gejala
-          Pilek biasa
-          Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
-          Kadang bersin-bersin
-          Sakit tenggorokan
-          Batuk
-          Sakit kepala
-          Sekret menjadi kental
-          Demam
-          Nausea
-          Muntah
-          Anoreksia

C.      Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.

D.      Penyebaran Penyakit
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:
1.       Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk
2.       Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin
3.       Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.

E.       Tingkat Penyakit ISPA
1.       Ringan
Batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair, tenggorokan merah, telinga berair.
2.       Sedang
Batuk dan napas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher yang nyeri tekan (adentis servikal).
3.       Berat
Batuk dengan nafas cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi berat atau tidur terus, tidak ada sianosis.
4.       Sangat Berat
Batuk dengan nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.
F.       Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA:
1.       Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2.       Status Imunisasi
Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3.       Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

G.     Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
1.       Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2.       Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
3.       Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4.       Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

H.     Asuhan Keperawatan
1.       Pengkajian
Riwayat kesehatan:
-       Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
-       Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
-       Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
-       Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
-       Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan fisik  difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a.       Inspeksi
-       Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
-       Tonsil tampak kemerahan dan edema
-       Tampak batuk tidak produktif
-       Tidak ada jaringan parut pada leher
-       Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
b.      Palpasi
-       Adanya demam
-       Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
-       Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.       Perkusi
-       Suara paru normal (resonance)
d.      Auskultasi
-       Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2.       Diagnosa Keperawatan
1)    Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan  : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a.       Observasi tanda-tanda vital
b.      Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c.       Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d.      Atur sirkulasi udara
e.      Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f.        Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g.       Kolaborasi dengan dokter:
-       Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
-       Antipiretika
Rasionalisasi:
a.       Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya
b.      Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c.       Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
d.      Penyediaan udara bersih
e.      Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f.        Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g.       Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2)    Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
-       Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
-       Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
-       Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a.       Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b.      Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c.       Tingkatkan tirah baring
d.      Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a.       Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b.      Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c.       Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
d.      Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e.      Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3)    Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a.       Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b.      Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.       Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d.      Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a.       Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b.      Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c.       Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d.      Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4)    Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a.       Batasi pengunjung sesuai indikasi
b.      Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c.       Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d.      Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e.      Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a.       Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b.      Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c.       Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d.      Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.      Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.



No comments:

Post a Comment