Sunday 17 March 2013

Penularan TB pada anak

Penularan TB pada anak
Epidemiologi TB pada masa kanak-kanak mencerminkan TB pada orang dewasa, terkait dengan keadaan sulit secara sosioekonomi dan lingkungan yang sama.8 Anak dengan TB sering berasal dari kelompok rentan atau rangkaian miskin, tinggal dalam keadaan padat tanpa ventilasi yang cukup (sering di permukiman perkotaan yang padat) dan kemungkinan mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dilemahkan oleh malagizi, HIV atau penyakit berat lain.9,10,11,12,13
Karena anak di bawah usia lima tahun (balita) cenderung mengembangkan infeksi sampai penyakit secara cukup cepat, TB pada anak kecil adalah indikasi jelas mengenai kekurangan dalam program TB lokal, karena hal ini menunjukkan penularan infeksi mycobacterium tuberculosis (M.TB) yang baru dan terus-menerus dalam komunitas.14
Pada balita, terutama berusia di bawah dua tahun, kebanyakan penularan berasal dari menghirup semburan dari orang yang batuk dengan TB BTA-positif yang tinggal satu rumah dengan anak.15 Namun, dalam peninjauan yang sangat ketat mengenai penelitian TB sebelum ada obatnya (sampai dengan 1960-an), Marais dkk menemukan bukti yang bermakna yang menunjukkan bahwa “pajanan dalam rumah tangga terhadap sumber BTA-negatif atau pajanan di luar rumah tangga pada sumber BTA-positif memberi risiko yang lebih rendah, tetapi tetap nyata.”16 Sebetulnya, 30-40% anak terpajan pada orang BTA-negatif terinfeksi. Sebuah penelitian yang lebih baru memberi kesan bahwa 17% penularan disebabkan oleh kasus BTA-negatif.17
Walau begitu, hubungan dekat dengan orang yang sangat menular merupakan risiko terbesar. Misalnya, sebuah penelitian di Gambia melaporkan bahwa selain keparahan kasus sumber (lamanya batuk, tingkat keterlibatan paru), kemungkinan infeksi terkait secara bermakna pada intensitas pajanannya pada kasus sumber, sebagaimana diukur baik dengan dekatnya yang bersangkutan dengan TB pada malam hari (tidur di ranjang yang sama) dan tingkat kegiatan yang dilakukan bersama dengan orang dengan TB pada siang hari.18 Hal ini dikaitkan dengan tingkat hubungan dengan kasus sumber – dengan kata lain, kebanyakan anak kecil mendapatkan TB dari orang tua atau pengasuh.
Sekali lagi, sebagian penularan mungkin berasal dari anggota rumah tangga yang lain, misalnya kakek-nenek, tetangga atau anggota keluarga atau komunitas yang berkunjung.19 Tambahannya, definisi rumah tangga dapat berbeda-beda, dan rumah tangga dengan beberapa keluarga adalah lebih umum pada rangkaian yang padat. Sebuah penelitian terhadap penularan TB di Uganda melaporkan bahwa kebanyakan rumah tangga yang disurvei adalah bagian dari tempat tinggal berbagai keluarga yang disebut ‘muzigo’.20 Setiap kamar di muzigo itu ditempatkan oleh median tiga orang – umumnya dengan hanya satu jendela per rumah, sementara 22% tidak mempunyai jendela. Dalam rangkaian jenis itu, kasus sumber TB mungkin di antara keluarga tetangga – dalam rumah yang sama.
Sebuah contoh lagi diberi oleh presentasi poster oral di Union World Conference on Lung Health tahun ini yang menggambarkan sebuah rumah tangga di komunitas perkotaan yang miskin di Western Cape, dengan empat keluarga tinggal di kamar sendiri tetapi memakai dapur dan kamar mandi bersama.21 Walau hanya ada satu kasus TB indeks yang diperbolehkan masuk ke rumah tangga tersebut, para peneliti menemukan bahwa ada riwayat sedikitnya sepuluh kasus TB sebelumnya di rumah itu. Semua kecuali satu dari 12 anak yang tinggal di situ dites positif untuk pajanan TB dan sedikitnya tiga didiagnosis dengan TB aktif – dan sedikitnya satu dari tiga ini berasal dari keluarga yang tidak mempunyai riwayat TB.
Anak yang menemani ibunya ke klinik layanan kesehatan yang tidak mempunyai praktik pengendalian infeksi TB yang cukup juga dapat berisiko terpajan TB. Baru-baru ini, di Afrika Selatan, muncul laporan mengenai penularan yang terjadi dalam klinik perawatan ‘kangaru’ (yang memberi perawatan pada bayi prematur) akibat pajanan dari ibu lain dengan TB.22 Dapat dianggap bahwa anak dengan HIV dan masalah kesehatan lain yang mengunjungi klinik tersebut secara berulang juga mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penularan TB secara nosokomial.
Kemudian, sebagaimana anak menjadi lebih tua, dan hubungan sosialnya menjadi lebih luas – waktu mereka mulai berjalan atau pergi ke sekolah – potensi terhadap pajanan TB dalam komunitas meningkat, dan risiko infeksi per tahun (annual risk of infection/ARI) meningkat pada anak yang lebih tua.23 Juga ada risiko penularan dalam sekolah atau rumah anak.24 Misalnya, di South African TB Conference pertama tahun ini, Dr. David Moore menggambarkan jangkitan TB di panti anak di Khayelitsha, dengan 36 anak tinggal di rumah empat kamar.25 Setelah kasus indeks didiagnosis, penyelidikan dalam rumah tersebut menemukan bahwa 46% anak dites PPD-positif, sementara penyakit aktif dikonfirmasi pada empat kasus satelit.
Lambat laun, semakin banyak anak tertular sehingga di beberapa rangkaian endemik TB, misalnya di perkotaan dan permukiman liar di Western Cape, 70-80% terinfeksi pada waktu mereka sampai menjadi dewasa.26,27
Beban TB pediatrik
Tetapi walau anak mempunyai kesempatan yang lebih rendah untuk menjadi tertular TB dibandingkan orang dewasa, mereka lebih mungkin mengembangkan TB aktif.28 Bahkan sebelum epidemi HIV, sedikitnya 40% anak di bawah usia satu tahun dan 23% anak berusia antara satu dan empat tahun yang terinfeksi TB berisiko TB-nya berkembang menjadi penyakit aktif.
Oleh karena itu, masuk akal bahwa, di rangkaian terbatas sumber daya endemik TB, sebagian yang cukup bermakna dari beban penyakit masih anak, dan mereka menderita morbiditas dan mortalitas terkait TB yang berat.30 Tingkat secara persis tidak jelas walau dilakukan banyak survei, karena belum ada definisi kasus penyakit aktif yang disepakati (lihat di bawah), ada perbedaan dalam praktik penemuan kasus, perbedaan dalam kemampuan untuk mendiagnosis TB secara ketat, dan perbedaan dalam pendaftaran dan pelaporan kasus.
Menurut tuntunan pada program TB nasional, yang dikeluarkan oleh WHO dan Stop TB Partnership Childhood TB Subgroup pada 2006, kurang lebih satu juta (atau 11%) dari sembilan juta kasus TB aktif per tahun terjadi pada anak di bawah usia 15 tahun. Perkiraan ini sangat dekat dengan angka yang dilaporkan oleh Corbett dkk, yang mengambil jumlah kasus BTA-positif yang dilaporkan berdasarkan usia pada 2000, dan kemudian menghitung beban penyakit keseluruhan berdasarkan proporsi kasus yang umumnya BTA-positif pada masing-masing kelompok usia (misalnya, sebagian yang sangat besar dari kasus TB pada anak di bawah usai 12 tahun adalah BTA-negatif).31,32
Berdasarkan hitungan ini, kurang lebih 75% beban global TB pediatrik ditemukan di 22 negara dengan beban TB tertinggi. Tetapi angka ini sangat beragam. Anak dengan TB adalah kurang lebih 2,7% kasus TB keseluruhan di Thailand, kurang lebih 16,9% di Afrika Selatan dan sampai 25,4% di Afghanistan dan Pakistan. Namun proporsi ini mungkin dipengaruhi oleh kinerja masing-masing negara dalam melakukan penemuan kasus, diagnosis dan mendaftarkan kasus TB pada anak ini, serta variabel lain (rasio anak pada orang dewasa populasi ini, dll.)
Misalnya, di survei terhadap TB pada masa kanak-kanak di Malawi, rasio TB pada anak dibandingkan semua kasus TB yang lebih tinggi secara bermakna didiagnosis di rumah sakit pusat dan misi dibandingkan di rumah sakit distrik; sementara rumah sakit dengan dokter spesialis anak menemukan bahwa 15,7% kasus TB adalah pada anak, di rumah sakit tanpa spesialis, hanya 10,1% kasus TB ditemukan pada anak.33
“Biasanya dianggap bahwa kurang lebih 15% beban TB di negara berkembang adalah pada anak,” ditulis oleh penulis laporan pada Workshop on Childhood TB, di Union World Conference on Lung Health pada 2002.”34
Namun, “kejadiannya berbeda antara negara serta juga komunitas,” dikatakan Dr. Robert Gie dari Desmond Tutu Tuberculosis Centre pada Union World Conference di Paris. Misalnya, menurut sebuah penelitian pada 1996, kasus dibagi secara sangat tidak setara dalam Ravensmead dan Uitsig, dua daerah perkotaan dekat Cape Town.35 Pada waktu itu, kedua komunitas, yang seluasnya 2,42 km2, mempunyai angka kasus TB keseluruhan yang tinggi (lebih dari 1.000 per 100.000) tetapi angka kasus per subdistrik berbeda-beda dari 78 sampai 3.150/100.000. Namun beban penyakit aktif pada anak di rangkaian macam ini dapat lebih tinggi secara tidak seimbang, karena di banyak daerah penghasilan rendah, populasi sering lebih muda (dan sekali lagi, anak lebih mungkin mengembangkan penyakit aktif sangat cepat dibandingkan orang dewasa).
“Sebagaimana kejadian TB meningkat di komunitas miskin, begitu juga proporsi beban kasus disebabkan oleh anak,” ditulis oleh Prof. Donald pada satu makalah peninjauan.36 Ada sedikitnya dua penelitian yang mendukung ini. Satu melaporkan bahwa antara 1985 dan 1995, angka kasus TB meningkat empat kali lipat di Blantyre, Malawi, tetapi peningkatan paling tajam di antara anak, dari 64 per 100.000 di 1985 menjadi 507 per 100.000 di 1995.37 Di laporan lain, van Rie dkk melaporkan bahwa 39% beban kasus adalah anak di satu komunitas perkotaan dengan kejadian TB yang tinggi di Western Cape.
Dari sisi lain, epidemi HIV yang terus meningkat dapat mengubah keseimbangan ini, karena HIV membuat penyakit aktif jauh lebih umum di antara orang dewasa juga.
Dampak HIV secara keseluruhan pada risiko pajanan dan infeksi TB
Dampak pandemi HIV (dan peningkatan terkait dalam TB di seluruh Afrika sub-Sahara) terhadap epidemi TB pada anak adalah agak rumit. Mungkin melawan asas, epidemi HIV tampaknya tidak memberi dampak yang jelas dan dramatis pada laju infeksi TB yang baru pada anak – sedikitnya di tingkat populasi. Justru, data dari Tanzania dan Uganda memberi kesan bahwa angka kejadian infeksi tahunan antara anak adalah stabil atau sedikit menurun sejak epidemi HIV, walau sebuah penelitian di Kenya melaporkan peningkatan.38,39,40
Ada sebuah penelitian lintas-sektor yang baru diterbitkan oleh Middelkoop dkk, yang melihat hasil PPD di 831 anak berusia antara 5-17 tahun di satu sekolah di komunitas dekat Cape Town dengan prevalensi TB yang tinggi (dan meningkat) antara orang dewasa. Penelitian ini melaporkan angka kejadian infeksi TB tahunan yang sangat tinggi, 4,1% per tahun – angka empat sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan sebagian besar negara lain di Afrika.41 Namun, kalau dilihat data yang sudah diterbitkan untuk komunitas tersebut, para penulis menyimpulkan bahwa tidak terjadi peningkatan besar pada penularan TB sejak penyebaran HIV dan peledakan TB di komunitas itu, yang hanya terjadi dalam tujuh atau delapan tahun terakhir ini. Lagi pula, mereka tidak mengamati peningkatan pada laporan kasus TB aktif di antara anak di komunitas, walau mereka mengaku bahwa laporan kasus TB adalah rendah dan bahwa program penanggulangan TB mungkin tidak menghitung semua kasus.
“Tampaknya TB terkait infeksi HIV bukan penentu utama risiko infeksi TB per tahun di komunitas ini,” disimpulkan penulis.
Ada beberapa alasan mungkin untuk hal ini. “Mungkin besarnya epidemi yang luar biasa besar di Cape Town jauh melebihi perbedaan jumlah infeksi terkait usia yang mungkin pada suatu waktu,” Dr. Hans Rieder menulis dalam tajuk rencana bersama.42
Satu kemungkinan lain adalah bahwa perbaikan dalam pemberian layanan kesehatan dan penatalaksanaan kasus TB, atau perubahan dalam populasi, atau gizi dan perumahan yang lebih baik sejak 1999 mungkin mengimbangi atau menutup dampak epidemi HIV/TB pada penularan di komunitas tertentu ini. Justru, mungkin adalah salah untuk memberi terlalu banyak perhatian pada satu penelitian di hanya satu sekolah. Di Paris, Dr. Gie mempresentasikan hasil dari survei PPD sedikit sebelumnya terhadap anak sekolah di komunitas Ravensmead dan Uitsig, yang mencatat kejadian yang sedikit lebih rendah di Ravensmead antara 1999 dan 2005 (dari 3,5% menjadi 3,1% risiko infeksi tahunan) tetapi kejadian yang meningkat di Uitsig (dari 4.1% menjadi 5.5%) selama periode yang sama. Uitsig dan Ravensmead adalah komunitas yang bertetangga tetapi pola penularan TB di antara anak yang tinggal di sana tampaknya menyimpang.
Tetapi mungkin HIV tidak mempengaruhi angka penularan dengan tingkat yang diduga, karena sebagian orang koinfeksi HIV-TB yang bermakna mungkin mempunyai penyakit yang BTA-negatif (yang kurang menular) dan mungkin mempunyai masa bertahan hidup yang lebih singkat untuk menularkan infeksinya. Lagi pula sebuah survei terhadap anak usia sekolah tidak akan menangkap sebagian anak terpajan TB yang bermakna, yang tidak bertahan hidup lebih dari beberapa tahun – terutama mereka yang terinfeksi HIV dan oleh karena itu lebih mungkin akan meninggal akibat TB atau penyakit lain (lihat di bawah).
Terlepas dari dampaknya pada tingkat populasi, “ada bukti bahwa anak terinfeksi HIV lebih mungkin terpajan pada orang tua dengan TB BTA-positif dibandingkan anak tidak terinfeksi HIV,” ditulis Mukadi dan De Cock pada 1997.43 Paling tidak hanya sebagian karena salah satu dampak dari HIV adalah lebih banyak pada orang usia subur yang mengembangkan TB.
Sebuah penelitian baru oleh Dr. Mark Cotton dari Tygerberg Children’s Hospital, dkk, melaporkan angka pajanan pada TB yang sangat tinggi di antara bayi terpajan HIV yang diskrining untuk dilibatkan dalam uji coba PACTG 1041, sebuah penelitian terhadap terapi pencegahan isoniazid (IPT) di Afrika Selatan.44 Dari 766 bayi berusia tiga sampai empat bulan, 77 dicatat berhubungan dengan kasus TB sumber. Menurut hitungan para penulis, “kejadian pajanan TB yang maksimal adalah 10.026/100.000, yang meramalkan angka infeksi yang mungkin 5.013/100.000 dan angka penyakit 2.005/100.000. Potensi untuk penyakit TB yang resistan terhadap obat dari mereka yang dideteksi pada skrining formal adalah 213/100.000.”
Ada beberapa keterbatasan pada penelitian, misalnya kenyataan bahwa tidak semua kontak TB sangat menular, tetapi dari sisi lain, klinik yang merujuk diperintahkan secara khusus untuk tidak mengirim satu pun bayi yang terpajan TB pada penyelidik uji coba (karena anak yang diketahui terpajan TB dikeluarkan dari uji coba dan langsung dimulai IPT) – jadi kenyataan bahwa begitu banyak ditemukan tampaknya menunjukkan masalah yang bahkan lebih besar di komunitas. Sebagai tambahan, bayi yang dirujuk ini berusia hanya beberapa bulan sehingga risiko pajanan tahunan kemungkinan bahkan lebih tinggi.
Justru, angka kasus yang diperkirakan di Tygerberg Hospital adalah lebih rendah daripada angka yang sebetulnya ditemukan dalam penelitian IPT lain oleh Dr. Heather Zar dan Dr. Cotton dkk., dengan 2,4/100 anak terinfeksi HIV mengembangkan TB per tahun.45 Anak dalam penelitian itu mempunyai median usia kurang lebih dua tahun dan kebanyakan tidak memakai ART. Saat berbicara pada simposium di Union World Conference on Lung Health 2007, Dr. Cotton menekankan bahwa “ini adalah TB yang didiagnosis dengan cukup baik yang melalui proses peninjauan sebaya” (dibandingkan kebanyakan laporan mengenai TB pada masa kanak-kanak di kepustakaan, yang sering adalah kasus yang tidak dikonfirmasi).
Angka kasus serupa dengan angka yang diamati di peninjauan rekam medis retrospektif termasuk 980 anak dengan HIV di empat rumah sakit di Afrika Selatan (tiga di Johannesburg, satu di Cape Town).46 Median usia lebih tua pada kohort ini, 6,8 tahun. Ada kejadian 16 kasus per 100 anak-tahun pada semua anak yang tidak memakai ART (yang mengurangi kejadian 60%), walau sedikit kasus dikonfirmasi dengan mikroskopi atau biakan (yang menunjukkan bahwa dokter sering tidak bersusah-payah untuk meneruskan penyelidikan TB pada banyak anak dengan HIV).
Kejadian lebih tinggi secara bermakna dibandingkan yang dilaporkan untuk populasi anak yang umum di Afrika Selatan. Contohnya, di 1999, van Rie dkk melaporkan kejadian 3.588 per 100.000 anak berusia 0-5 tahun dari analisis retrospektif yang mengamati data laporan kasus TB sepuluh tahun di Western Cape (waktu prevalensi HIV masih rendah di provinsi tersebut). Beberapa tahun kemudian Marais dkk melaporkan angka kasus 441 per 100.000 anak-tahun pada anak di bawah usia 13 tahun dalam penelitian prospektif selama 21 bulan.47
Oleh karena itu, salah satu dampak HIV terpenting terhadap TB pada masa kanak-kanak adalah untuk meningkatkan risiko perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit aktif.
TB aktif pada anak – pengaruh HIV
Hal ini baru-baru ini ditunjukkan secara cukup jelas oleh sebuah penelitian lain yang dipresentasikan oleh Dr. David Moore di South African TB Conference.48 Penelitian ini mengamati beban TB pada kohort 39.836 anak yang terlibat dalam uji coba terkontrol plasebo terhadap vaksin pneumokokal di Soweto, Afrika Selatan dari 1998 sampai 2000. Diperkirakan 6,5% anak tersebut terinfeksi HIV (berdasarkan data prevalensi pranatal dan angka penularan dari ibu-ke-bayi yang umum.
Pangkalan data baik dari penelitian maupun dari rumah sakit pendukung (Chris Hani Baragwanath (CHB)) ditinjau untuk mengenali peserta dengan TB atau terduga TB. TB digolongkan sebagai dikonfirmasi (dengan konfirmasi biakan atau mikroskopi), kemungkinan TB paru (bukti klinis dan rontgen tanpa konfirmasi mikrobiologi) dan kemungkinan luar paru (bukti klinis, rontgen atau histologi tanpa konfirmasi biakan). Anak digolongkan berdasarkan usia dan status HIV.
Hanya melihat pada pangkalan data CHB, ada 2.654 peserta penelitian yang dirawat inap di bangsal pediatrik umum, dengan jumlah 4.164 kali rawat inap (693 anak dirawat ulang – dan kebanyakan HIV-positif). Secara keseluruhan, 39,5% anak HIV-positif dari penelitian dirawat inap di CHB, dibandingkan hanya 3,9% anak HIV-negatif (OR 16.3; CI 95%, 14.8-17.9), p < 0.001. Dari jumlah rawat inap, 423 (15,9%) adalah akibat TB, 273 (64,5%) di antaranya dalam subkelompok yang kecil anak HIV-positif. Anak dengan HIV juga lebih mungkin mengalami TB kambuh.
Dengan memasukkan hanya peristiwa TB pertama dari peserta penelitian yang dirawat inap di CHB, anak dengan HIV mempunyai angka kejadian 2.223 per 100.000 anak-tahun untuk semua bentuk TB, dan 708 per 100.000 anak-tahun untuk TB yang dikonfirmasi, dibandingkan 394 per 100.000 anak-tahun dan 105 per 100.000 anak-tahun berturut-turut untuk anak HIV-negatif. Rasio risiko untuk TB antara anak HIV-positif dan negatif yang dirawat inap adalah 5,6 (CI 95%, 5.1-6.3), p < 0.001 untuk semua bentuk TB, 5.7 (CI 95%, 5.0-6.5), p < 0.001 untuk kemungkinan TB paru, dan 6.7 (CI 95%, 5.5-8.3), p < 0.001 untuk TB yang dikonfirmasi secara mikrobiologi.
Di pangkalan data uji coba ada 1.062 kasus per 100.000 untuk semua bentuk TB dan 231 untuk TB yang dikonfirmasi dengan biakan secara keseluruhan. Ini menghasilkan angka kejadian kasar 10.594 per 100.000 untuk semua bentuk TB dan 2.406 per 100.000 untuk TB yang dikonfirmasi dengan biakan untuk anak HIV-positif, dan 384 per 100.000 dan 81 per 100.000 berturut-turut untuk anak HIV-negatif. Rasio risiko untuk anak dengan HIV dibandingkan anak tanpa HIV adalah 27.6 (CI 95%, 22.6-33.7), p < 0.001 untuk semua bentuk TB dan 29.9 (CI 95%, 19.4-46.4), p < 0.001 untuk TB yang dikonfirmasi dengan biakan.
Walau angka kejadian TB pada anak adalah lebih rendah di negara dengan risiko infeksi TB tahunan yang lebih rendah, kejadian di antara anak dengan HIV tetap agak tinggi. Contohnya, di satu penelitian di Abidjan, tujuh kasus TB yang baru ditemukan pada 98 anak dengan HIV, yang menghasilkan angka kasus 8,5 per 100 pasien-tahun (pada anak yang belum memakai ART).
Pada penelitian nekropsi dari Zambia, Chintu dkk menemukan bukti bahwa TB pada 32 (18%) dari 180 anak HIV-positif dan 22 (26%) anak HIV-negatif yang meninggal karena penyakit pernapasan.50 TB justru penyebab infeksi pernapasan yang paling umum ketiga yang ditemukan dalam otopsi pada anak HIV-positif – dan harus dicatat, walau TB miliar dideteksi pada beberapa anak, otopsi ini (berdasarkan rancangannya), yang tidak memasukkan kematian dari akibat lain, tidak akan mendeteksi kontribusi TB di luar paru pada mortalitas di masa kanak-kanak.
Risiko TB tampak tertinggi pada anak dengan HIV dan penyakit lebih lanjut dan penekanan kekebalan. Contohnya, di ANRS 1278, sebuah penelitian pengamatan kohort terhadap 282 anak terinfeksi HIV di Abidjan, Pantai Gading, ada kejadian TB kumulatif 2.500/100.00 pada usia satu tahun.51 Tetapi kejadian TB pada anak dengan CD4 < 15% adalah hampir empat kali lipat lebih tinggi, sementara kejadian TB adalah 30 kali lipat lebih tinggi pada anak dengan viral load tinggi (lebih dari 5 log) dibandingkan anak dengan viral load lebih rendah.
“Gambaran baru mengenai penyakit pada anak terinfeksi HIV menunjukkan bahwa anak dengan sistem kekebalan yang lemah mengalami keadaan yang serupa dengan anak dengan sistem kekebalan yang belum matang (berusia di bawah dua tahun),” ditulis Marais dkk dalam makalah peninjauan lain yang membahas riwayat alami TB intraparu pada anak.52 Dan semakin muda saat terinfeksi TB, semakin mungkin anak tersebut untuk mengembangkan TB aktif secara cepat.
Bagian kedua artikel ini, yang akan diterbitkan nanti dalam bulan ini, akan membahas riwayat alami TB pada anak dengan HIV, serta diagnosis dan penatalaksanaannya.
http://www.spiritia.or.id/hatip/bacahat.php?artno=0124

No comments:

Post a Comment