Saturday 16 March 2013

ASKEP KOLESISTITIS

ASKEP KOLESISTITIS
Kolesistisis
1. Pengertian.
Kolesistisis merupakan inflamasi akut maupun kronis pada dinding kantung empedu.

2. Klasifikasi Dan Etiologi.
Klasifikasi kolesistisis :
 Kolesistisis akut yaitu reaksi inflamasi akut dinding kantung empedu.
Penyebabnya :
• Batu empedu.
• Kuman seperti : E-coli, salmonella thyfi, cacing askaris.
• Jenis kimia.
 Kolesistisis kronik yaitu keadaan di mana mokosa dan jaringan otot polos empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang.
Penyebabnya : lanjutan dari kolesistisis akut.

3. Manifestasi Klinik.
Kolesistisis akut :
• Nyeri hebat pada perut kanan atas disertai rasa tidak enak pada epigastrium.
• Mual, muntah.
• Demam.
• Lemah.
• Ikterus (bila terdapat batu di duktus koledukus).
• Nyeri perut bertambah bila mengkonsumsi makanan berlemak.
• Yang khas yaitu nyeri menjalar sampai ke bahu / scapula.
Kolesistisis kronik :
• Kolik epigastrium.
• Mual, muntah.
• Tidak toleransi terhadap makanan berlemak.
• Demam ringan.
• Hipoalbuminea ringan.
• Dyspepsia, sendawa, kembung, flatulence.

4. Pemeriksaan Diagnostik.
• Darah lengkap : leukositosis sedang (akut).
• Bilirubin dan serum amylase : meningkat.
• Foto abdomen (multi posisi) : gambaran klasifikasi batu empedu, klasifikasi dinding atau pembesaran kantung empedu.
• Kolesintigrafi : memastikan diagnosa kolesistisis akut dan batu empedu yang ditunjukkan dengan ultrasound dan mengkaji kepatenan duktus koledukus.
• ERCP : mengkaji koledukolitiasis.
• Ensim hati serum : SGOT, SGPT, LDH agak meningkat.
• Ultrasound : mendeteksi batu dalam kantung empedu.


PATHWAY

Batu empedu Bakteri Jejas kimia
Trauma pada dinding Mual muntah Ketidakseimbangan
Kandung empedu komposisi empedu.

Obstruksi dan inflamasi Hight Risk kekurangan
Dinding kandung empedu volume cairan

Iritasi dinding kandung Empedu
Gangguan rasa nyaman
Nyeri

Perubahan nutrisi kurang Inflamasi pada dinding
Dari kebutuhan tubuh kandung empedu

Nyeri.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN KOLESISTISIS

1. Pengkajian.
a. Intake nutrisi.
1) Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak.
2) Mual.
3) Muntah.
4) Dyspepsia.
b. Kenyamanan.
Kaji adanya nyeri pada perut kanan atas dan sering menjalar ke bahu kanan.
c. Intake cairan.
1) Kaji kebiasaan masukan cairan (berapa gelas / hari).
2) Lihat adanya kehilangan cairan lewat muntah.
3) Pembatasan masukan.
d. Pengetahuan pasien tentang penyakit.
1) Pengertian pasien tentang penyakit.
2) Sejauh mana pasien tahu mengenai penyakitnya.
3) Usaha – usaha / pengobatan yang telah dilakuakan.

2. Diagnosa Keperawatan.
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d. obstruksi pada duktus dan inflamasi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d. mual, muntah, dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b. d. mual, muntah.
d. Kurang pengetahun tentang penyakit b. d. kurang terpapar informasi.


3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Intervensi dan rasional :
 Pertahankan tirah baring dan atur posisi yang nyaman.
R/ Menurunkan stimulasi gastric dan pancreas.
 Pertahankan posisi semi fowler.
R/ Memfasilitasi pernapasan.
 Observasi lokasi, berat dan karakteristik nyeri.
R/ Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan penyakit, adanya komplikasi dan keefektifan intervensi.
 Kolaborasi dokter beri analgesic.
R/ Mengurangi nyeri.
 Catat respon terhadap obat dan laporkan bila nyeri hilang.
R/ Nyeri berat yang tidak hilang terhadap tindakan rutin menunjukkan komplikasi dan membutuhkan intervensi yang lebih lanjut.
 Control suhu lingkungan.
R/ Dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit.
 Dorong pasien untuk menggunakan teknik relaksasi : bimbingan imajinasi, napas dalam, berikan aktivitas senggang.
R/ Meningkatkan istirahat dan koping.

Diagnosa II.
Intervensi dan rasional :
 Hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang napsu makan sampai minimal.
R/ Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
 Timbang BB.
R/ Mengawasi keefktifan rencana diet.
 Konsultasi tentang makanan yang disukai dan tidak disukai, makan penyebab distress, jadwal makan yang disukai.
R/ Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa control dan mendorong untuk makan.
 Berikan suasana menyenangkan waktu makan, hilangkan rangsangan berbau.
R/ Meningkatkan napsu makan dan menurunkan rangsangan mual.
 Beri oral hygiene sebelum makan.
R/ Mulut yang bersih meningkatkan napsu makan.
 Tawarkan minuman seduhan saat makan bila toleran.
R/ Mengurangi mual dan menghilanmgkan gas.
 Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
R/ Membantu mengeluarkan flaktus dan menurunkan distress abdomen.
 Tambahkan diet sesudah toleransi : rendah lemak, tinggi serat, batasi makanan penghasil gas.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rngsangan kantung empedu.
 Konsultasi dengan ahli gizi.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien melalui rute yang tepat.



Diagnosa III.
Intervensi dan rasional :
 Pertahankan masukan dan haluaran, kaji membrane mukosa, nadi perifer dan pengisian kapiler.
R/ Memberi info tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
 Awasi berlanjutnya mual / muntah, nyeri abdomen, lemah, tidak adanya bising usus, depresi pernapasan.
R/ Muntah berkepanjangan, aspirasi gastric dan batasan input oral dapat menimbulkan deficit Natrium, Kalium dan Klorida.
 Hindari lingkungan berbau.
R/ Menurunkan rangsangan pusat muntah.
 Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas suntikkan.
R/ Menurunkan trauma, resiko perdarahan / pembentukan hematom.
 Kaji perdarahan yang tidak biasanya, seperti perdarahan terus menerus pada sisi injeksi, mimisin, perdarahn gusi, ekimosis, petekie, hematemesis / melena.
R/ Protrambin darah menurun dan waktu koaguilasi memanjang bila aliran empedu terhambat sehingga meningkatkan resiko perdarahan.
 Beri antimetik sesuai instruksi.
R/ Menurunkan mual dan menceggah muntah.
 Berikan cairan IV, elektrolit dan Vit. K.
R/ Pertahankan sirkulasi volume dan memperbaiki ketidakseimbangan.

Diagnosa IV.
Intervensi dan rasional :
 Beri penjelasan pada pasien tentang kolesistisis.
R/ Menurunkan kecemasan.
 Kaji ulang prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan.
R/ Memberikan dasar pengetahuan agar pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
 Kaji ulang program obat, efek samping.
R/ Batu empedu sering berulang sehingga perlu terapi jangkan panjang.
 Anjurkan pasien menghindari makanan, minuman tinggi lemak atau zat iritan gaster.
R/ Mencegah terulangnya serangan kantung empedu.
 Diskusikan penghindaran produk mengandung Aspirin, meniup lewat hidung keras – keras, gerakan tegang pada usus, olah raga kontak, anjurkan menggunakan sikat gigi halus, pencukur lektrik.
R/ Menurunkan resiko perdarahan b. d. perubahan waktu koagulasi, iritasi mukosa dan trauma.

4. Implementasi.
a. Kaji skala nyeri, berat dan intensitas.
b. Teknik relaksasi + napas dalam.
c. Anjurkan pasien mengurangi konsumsi makanan berlemak.
d. Jelaskan pada pasien mengenai kolesistisis.

5. Evaluasi.
a. Nyeri hilang / terkontrol.
b. Pasien melaporkan adanya intake nutrisi yang adekuat.
c. Keseimbangan cairan adekuat.
d. Pengetahuan pasien meningkat.


PENUTUP
Kolesistisis merupakan peradangan kandung empedu mungkin akut maupun kronik. USA, kolesistisis merupakan salah satu indikasi yang paling lazim untuk pembedahan abdomen. Distribusinya pada penduduk erat sejajar dengan batu empedu, dan ternyata batu ditemukan pada 80 – 90% dari semua penderita kolesistisis. Peranan jejas kimia, infeksi bakteri daan batu empedu permulaan kolesistisis merupakan pokok permasalahan.
Pada penangnannya pasien dengn kolesistisis perlu diberi diet atu batasan masukan makanan berlemak, sebab hal ini dapat menyebabkan nyeri hebat pada abdomen kanan atas. Teknis pengontrolan nyeri juga sangat perlu diterapkn pada pasien berhubungan dengan kenyamanan pasien terganggu.


















KOLESISTITIS

CHOLECISTITYS

A. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut  dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas  badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat  (www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk
relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).

B. Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul setelah terjadinya:
- cedera,
- pembedahan
- luka bakar
- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat
infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.  Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan  kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas  40 tahun.  Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).

C. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan  elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat  katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan  mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi  zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan  supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com).

D. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan
bagian atas.
- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke
bahu kanan.
- Biasanya terdapat mual dan muntah.
- Nyeri tekan perut
- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
- Gangguan pencernaan menahun
- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
- Sendawa.

E. KOMPLIKASI
 Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan
usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung empedu.
 Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkintelah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

F. Pemeriksaan penunjang
- CT scan perut
- Kolesistogram oral
- USG perut.
- blood tests (looking for elevated white blood cells)


G. Penatalaksanaan medis
- Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
- Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi.
- Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
 Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.


MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994). Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1). Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular  perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2). Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
3). Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa  yang kering (pembatasan  emasukkan / periode puasa pra operasi
4). Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5). Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat  penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6). Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,  dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau  tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,  yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).


B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post Operatif meliputi :
1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan
obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan
pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang (Doenges,1999).

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi ,1995).
Intervensi keperawatan pada pasien post Operatif (Doenges, 1999) meliputi :
DP 1 :
Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
INTERVENSI
 - Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,
aliran udara faringeal oral.
R : mencegah obstruksi jalan napas.
- Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.
R : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
- Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
warna kulit, dan aliran udara.
R : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya
memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan
pada periode pascaoperasi.
R : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu  mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
- Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam
tenggorok atau trakhea.
- Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
R : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang
akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong
pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.
DP 2:
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber
bantuan sesuai kebutuhan.
INTERVENSI
- Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh
anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
R : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan
membantu menghilangkan ansietas.
- Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori
pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.
- Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang
bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur
dilakukan.
- Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya
cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
masa disorientasi.
- Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
kepatenannya.
R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan
pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi
disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.
DP 3 :
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.
Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).

INTERVENSI
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
- Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
R : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada
sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
- Pantau tanda-tanda vital.
R : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
kekurangan cairan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.
- Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
- Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,  misalnya ketidak seimbangan.
DP 4:
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
INTERVENSI
 - Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensiitas (0-10).
R : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.
- Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan
untuk prosedur.
R : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa  sakit.
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.
R : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi –
Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung artritis,  Sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal. - Observasi efek analgetik.
R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan
efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
- Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
R : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
B.    EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif meliputi :
1.    Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-
tanda hipoksia lainnya.
2.    Meningkatkan tingkat kesadaran.
3.    Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
4.    Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.



No comments:

Post a Comment