TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Demensia dapat
diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan
perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(desruptive)
ataupun tidak mengganggu (non-disruptive) (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan
gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu
penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu
terminology yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degenerative yang
progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku, dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh
diperoleh.
B. Epidemiologi
Laporan
Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah
7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta), peningkatan angka kejadian
kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu
populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut 65-70 tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia 85 tahun.
Pada negara industri kasus demensia 0,5-1,0 % dan di Amerika jumlah demensia
pada usia lanjut 10-15 % atau sekitar 3-4 juta orang.
Demensia terbagi
menjadi dua yaitu Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer
merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70
%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20 % sisanya 15-35 % disebabkan
demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50-60 % dan 30-40 %
demensia akibat penyakit Alzheimer.
Klasifikasi :
1. Menurut
Umur :
a. Demensia
Senilis (> 65th)
b. Demensia
Prasenilis (< 65th)
2. Menurut
perjalanan penyakit :
a. Reversible
b. Ireversibel
(normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B defisiensi,
Hipotiroidisme, Intoxikasi Pb)
3. Menurut
kerusakan otak Tipe Alzheimer :
a. Tipe
non-Alzheimer
b. Demensia
Vaskuler
c. Demensia
Jisim Lewy (Lewy Body Dementia)
d. Demensia
Lobus frontal-temporal
e. Demensia
terkait dengan SIDA (HIV-AIDS)
f. Morbul
Parkinson
g. Morbus
Pick
h. Morbus
Jakob-Creutzfeldt
4. Sindrom
Gerstmann-Straussler-Scheinker :
a. Prion
disease
b. Palsi
Supranuklear progresif
c. Multiple
Sklerosis
d. Neurosifilis
e. Tipe
Campuran
5. Menurut
sifat klinis :
a. Demensia
proprius
b. Pseudo-demensia
C. Etiologi
Disebutkan dalam
salah satu literature bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan
sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V.
2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vaskuler (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai
enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah
kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak
tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir.
D. Gejala
Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling
banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler .
1. Demensia
Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer
merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenerative (penuaan
saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenerative
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala
mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mempu menggunakan
barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan
kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh
ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi
(gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktivitas
psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer
terbagiatas 3 stadium, yaitu :
a. Stadium
1
Berlangsung 2-4 tahun disebut
stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktivitas spontan
menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru
yang dialami.
b. Stadium
2
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan
disebut stadium demensia. Gejalanya antara lain :
§ Disorientasi
§ Gangguan
bahasa (afasia)
§ Penderita
mudah bingung
§ Penurunan
fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan
sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan
suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
§ Dan
pada gangguan visuospasial menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20 %.
c. Stadium
3
§ Penderita
menjadi vegetative
§ Tidak
bergerak dan membisu
§ Daya
intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
§ Tidak
bisa mengendalikan buang air besar/kecil
§ Kegiatan
sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
§ Kematian
terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia
vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe
Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “ Dan setiap
penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia”.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala
depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler dari pada Alzheimer. Hal
ini disebabkan karena kemampuan penilaian tehadap diri sendiri dan respon emosi
tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi
penyebab demensia vaskuler, diantaranya :
a. Kelainan
sebagai penyebab demansia :
§ Penyakit
degenerative
§ Penyekit
cerebrovaskuler
§ Keadaan
anokasi/cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
§ Trauma
otak
§ Infeksi
(aids, ensefalitis, sifilis)
§ Hidrosefalus
normotensi
§ Tumor
primer atau metastasis
§ Autoimun,
vaskulitif
§ Multiple
sclerosis
§ Toksik
§ Kelainan
lain : epilepsy, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/keadaan
yang dapat menampilkan demensia
§ Ganguan
psiatrik :
1) Depresi
2) Anxietas
3) Psikosis
§ Obat-obatan
:
1) Psikofarmaka
2) Antiaritmia
3) Antihipertensi
§ Antikonvulsan
:
1) Digitalis
§ Gangguan
nutrisi :
1) Defisiensi
B 12
2) Defisensi
asam folat
3) Marchiava-bignami
disease
§ Gangguan
metabolism :
1) Hiper/hipotiroidi
2) Hiperkalsemia
3) Hiper/hiponatremia
4) Hipoglikemia
5) Hiperlipidemia
6) Hipercapnia
7) Gagal
ginjal
8) Syndrome
chusing
9) Addison’s
disease
10) Hipopitiutari
11) Efek
remote penyakit kanker
E. Tanda
dan Gejala
Hal yang menarik
dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah
laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas.
Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap
awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan
degenerative. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka
sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka kali
menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu istirahat. Mereka belum mencurigai
adanya sebuah masalah besar dibalik poenurunan daya ingat yang dialami oleh
orang tua mereka.
Gejala demensia
berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia, mereka menjaga
jarak dengan lingkungan dan lebih sensitive. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
lansia. Pada saat ini mungkin saja menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah
sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama focus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali
gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita
demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf,
pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes
laboratorium.
Pada tahap
lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali lagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.
Perubahan tingkah laku (Behavioral Simptom) yang dapat
terjadi pada lansia penderita demensia, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
Secara
umum tanda gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya
daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia “lupa” menjadi bagian
keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan
orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada.
3. Penurunan
dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata
yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita berkali-kali.
4. Ekspresi
yang berlebihan misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya
perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
F. Diagnosis
Diagnosisi difokuskan pada hal-hal
berikut ini :
1. Pembedaan
antara delirium dan demensia
2. Bagian
otak yang terkena
3. Penyebab
yang potensial reversible
4. Perlu
pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relative mudah)
5. Pemeriksaan
untuk mengingat 3 benda yang disebut
6. Mengelompokkan
benda, hewan dan alat dengan susah payah
7. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EEC
8. Pencitraan
otak amat penting CT scan atau MRI
Peran
keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam
perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan
penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat
secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan
kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam
menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus memebantu semua
kebutuhan harian lansia, sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada
lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktivitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada
umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami lansia
penderita demensia. Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka
tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan
terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat
anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia. Saling
menguatkan sesama anggota keluarga dan saling meluangkan waktu untuk diri
sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
lansia dengan demensia.
G. Tingkah
Laku Lansia
Pada suatu waktu
lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena
tidak mengetahui berada dimana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan.
Untuk mengatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan
bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang
menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak dekat, genggam tangan lansia,
tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan
demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Mereka
dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga
merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami
kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian
berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang
lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah
kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan
yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci
kendaraan ditempat yang tidak diketahui lansia, memberikan pengaman tambahan
pada pintu dan jendela untuk menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat
dilakukan keluarga yang merawat lansia dengan demensia di rumahnya.
H. Pencegahan
dan Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah
masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif
yang berlebihan.
2. Membaca
buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan
kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan
rohani dan memperdalam ilmu agama.
b. Tetap
berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan
minat atau hobi.
4. Mengurangi
stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN
DEMENSIA
Masalah demensia sering terjadi pada
pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan
kurang lebih 500.000 penduduk Indonesia mengalami demensia dengan berbagai
penyebab, yang salah satunya adalah Alzheimer. Berdasarkan hasil pengkajian
pada daerah pasca bencana alam tsunami ternyata ditemukan kasus lansia dengan
Alzheimer.
A. Pengkajian
Demensia adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa
adanya penurunan fungsi kesadaran. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data
bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah berumur di atas 60
tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia di
Indonesia.
1. Tanda
dan Gejala
a. Kesukaran
dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
b. Pelupa
c. Sering
mengulang kata
d. Tidak
mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
e. Cepat
marah dan sulit diatur
f. Kehilangan
daya ingat
g. Kesulitan
belajar dan mengingat informasi baru
h. Kurang
konsentrasi
i.
Rentan terhadap kecelakaan : jatuh
j.
Mudah terangsang
k. Tremor
l.
Kurang koordinasi gerak
2. Cara
melakukan pengkajian
a. Membina
hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada
klien lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling
percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Selalu
mnegucapkan salam kepada pasien seperti : selamat pagi/siang/sore/malam atau
sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan
nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara
adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan
pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan
tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan
pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6) Bersikap
empati dengan cara :
Ø Duduk
bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
Ø Bicara
lambat, sederhana dan beri waktu klien berpikir dan menjawab
Ø Perawat
mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
Ø Bersikap
hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien
7) Gunakan
kalimat yang singkat jelas sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan
kata atau kalimat yang jargon)
8) Bicara
lambat, ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika bertanya tunggu respon
pasien
9) Tanya
satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata –kata
yang sama
10) Volume
suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada
harus direndahkan.
11) Sikap
komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
12) Sikap
komunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, rileks dan terbuka
13) Ciptakan
lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien :
Ø Tidak
berisik atau ribut
Ø Ruangan
nyaman, ventilasi dan cahaya cukup
Ø Jarak
disesuaikan untuk meminimalkan gangguan
Mengkaji
pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan teknik mengobservasi
perilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi
yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika
mengobservasi perilaku pasien untuk tanda-tanda seperti :
1) Kurang
konsentrasi
2) Kurang
kebersihan diri
3) Rentan
terhadap kecelakaan : jatuh
4) Tidak
mengenal waktu, tempat dan orang
5) Tremor
6) Kurang
kordinasi gerak
7) Aktivitas
terbatas
8) Sering
mengulang kata-kata
Berikut
ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunujukkan afek yang labil, datar dan tidak
sesuai. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui
wawancara.
B. Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan :
1. Gangguan
Proses Pikir
2. Resiko
Cedera : jatuh
C. Tindakan
Keperawatan / Intervensi
1. Diagnosa
I “lansia depresi dengan gangguan proses piker : pelupa / pikun”
a. Tindakan
keperawatan untuk pasien
Tujuan agar pasien mampu :
1) Mengenal/berorientasi
terhadap waktu orang dan tempat
2) Melakukan
aktivitas sehari-hari secara optimal
Intervensi
:
1) Beri
kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya, misal tempat
tidur, lemari, pakaian dll.
2) Beri
kesempatan pada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar,
kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
3) Beri
kesempatan pada klien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.
4) Beri
kesempatan pasien mengenal dimana dia berada.
5) Berikan
pujian jika pasien dapat menjawab dengan benar.
6) Observasi
kemampuan pasien untuk memilih aktivitas yang dapat dilakukan.
7) Beri
kesempatan pada pasien untuk memilih aktivitas
yang dapat dilakukannya.
8) Bantu
pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya.
9) Beri
pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
10) Bersama
pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
b. Tindakan
untuk keluarga
Tujuan :
1) Keluarga
mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat.
2) Menyediakan
sarana yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas.
Intervensi
:
1) Diskusikan
dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien.
2) Anjurkan
keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar.
3) Diskusikan
dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien.
4) Bantu
keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
5) Anjurkan
kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki
oleh pasien.
6) Anjurkan
keluarga untuk memantau lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
7) Anjurkan
keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang
sudah dibuat.
8) Anjurkan
keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
9) Anjurkan
keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
10) Anjurkan
keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal
kegiatan yang sudah dibuat.
2. Diagnosa
II “lansia demensia dengan resiko cedera : Jatuh”
a. Tindakan
pada pasien
Tujuan :
1) Pasien
terhindar dari cedera
2) Pasien
mampu mengontrol aktivitas yang dapat mencegah cedera.
Intervensi
:
1) Jelaskan
faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan cedera dengan bahasa yang
sederhana.
2) Ajarkan
cara-cara untuk mencegah cedera : bila jatuh jangan panik tetapi berteriak
minta tolong.
3) Berikan
pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
b. Tindakan
untuk keluarga
Tujuan :
1) Menidentifikasi
faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
2) Keluarga
mampu menyediakan lingkungan untuk mencegah cedera.
Intervensi
:
1) Diskusikan
dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
2) Anjurkan
keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti : lantai rumah tidak
licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang
cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika
pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan
alat-alat listrik lainnya dari jangkauan pasien, sediakan tempat tidur yang
rendah.
D. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan
keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan
klien dan keluarga.
1. Ganguan
proses pikir : bingung
a. Kemampuan
pasien :
1) Mampu
menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar.
2) Mampu
menyebutkan nama orang yang dikenal.
3) Mampu
menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini.
4) Mampu
melakukan kegiatan harian sesuai jadwal.
5) Mempu
mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
b. Kemampuan
keluarga
1) Mampu
membantu pasien mengenal waktu, tempat dan orang.
2) Menyediakan
kalender yang mempunyai lembaran dengan tulisan yang besar dan jam besar.
3) Membantu
pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadwal yang telah dibuat.
4) Memberikan
pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian.
2. Resiki
cedera
a. Kemampuan
pasien :
1) Menyebutkan
dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera.
2) Menggunakan
cara yang tepat untuk mencegah cedera.
3) Mengontrol
aktivitas sesuai kemampuan
b. Kemampuan
keluarga :
1) Keluarga
dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera.
2) Menyediakan
pengaman di dalam rumah.
3) Menjauhkan
alat-alat listrik dari jangkauan pasien.
4) Selalu
menemani pasien di rumah.
5) Memantau
kegiatan harian yang dilakukan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan
Gerontik. Edisi2. Buku Kedokteran.
Jakarta ; EGC.
Stanley, Mickey. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Gerontik Edisi2.
Jakarta ; EGC.
No comments:
Post a Comment