Saturday, 23 March 2013

Manajemen laktasi

Manajemen laktasi 

A). Anatomi Payudara
Agar memahami tentang manajemen laktasi perlu terlebih dahulu memahami anatomi payudara dan fisiologi laktasi.
Dibedakan menurut struktur internal dan struktur external :
Struktur internal payudara terdiri dari : kulit, jaringan dibawah kulit dan korpus. Korpus terdiri dari : parenkim atau jaringan kelenjar dan stroma atau jaringan penunjang. Parenkim merupakan struktur yang terdiri dari :
1.    Saluran kelenjar : duktulus, duktus dan sinus laktiferus. Sinus laktiferus yaitu duktus yang melebar tempat ASI mengumpul (reservoir ASI), selanjutnya saluran mengecil dan bermuara pada puting. Ada 15-25 sinus laktiferus.
2.    Alveoli yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi ASI.
Tiap duktus bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi alveolus yang semuanya merupakan satu kesatuan kelenjar. Duktus membentuk lobus sedangkan duktus dan alveolus membentuk lobulus. Sinus duktus dan alveolus dilapisi epitel otot (myoepithel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga dikelilingi pembuluh darah yang membawa zat gizi kepada sel kelenjar untuk diproses sintesis menjadi ASI.
Stroma terdiri dari : jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh darah syaraf dan lymfa.
Struktur External payudara terdiri dari : puting dan areola yaitu bagian lebih hitam sekitar puting pada areola terdapat beberapa kelenjar montgomery yang mengeluarkan cairan untuk membuat puting lunak dan lentur ( Depkes RI, 2005)
B). Fisiologi Laktasi


Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah basar. Ini disebabkan proliferasi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar pembuat ASI. Karena pengaruh hormon yang dibuat plasenta yaitu laktogen, prolaktin koriogonadotropin, estrogen dan progesteron. Pembesaran juga disebabkan oleh bertambanya pembuluh darah. Pada kehamilan lima bulan atau lebih, kadang-kadang dari ujung puting mulai keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat oleh estrogen. Setelah persalinan, dengan terlapasnya plasenta, kadar estrogen dan progesteron menurun, sedangkan prolaktin tetap tinggi. Karena tak ada hambatan oleh estrogen maka terjadi sekresi ASI. Pada saat mulai menyusui, maka dengan segera, rangsangan isapan bayi memacu lepasnya prolaktin dan hipofise yang memperlancar sekresi ASI( Depkes, 2005).
C). Komposisi ASI


Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu ibu dan ibu lainya berbeda. Pada kenyataanya komposisi ASI tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Jenis-jenis ASI sesuai perkembangan bayi.


Langkah-langkah kegiatan Menejemen Laktasi menurut Depkes RI (2005) adalah :


a). Masa Kehamilan (Antenatal).
1.    Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat dan keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga serta cara pelaksanaan management laktasi.
2.    Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
3.    Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Disamping itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
4.    Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi 1-2 kali porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
5.    Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya bahwa kehamilan merupakan anugerah dan tugas yang mulia.

b). Saat segera setelah bayi lahir.
1.    Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah.
2.    Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan kehangatan.

c). Masa Neonetus

1.    Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum apapun.
2.    Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
3.    Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on demand).
4.    Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang baik dan benar.
5.    Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar produksi ASI tetap lancar.
6.    Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu kurang dari 30 hari setelah melahirkan.

d). Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).
1.    Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.
2.    Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari. Ibu menyusui perlu makan 1½ kali lebih banyak dari biasanya (4-6 piring) dan minum minimal 10 gelas sehari.
3.    Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga ketenangan pikiran dan menghindari kelelahan fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat.
4.    Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk menunjang keberhasilan menyusui.
5.    Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau menyusu, puting lecet, dll ).
6.    Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah bayi berumur 6 bulan; selain ASI, berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya secara bertahap.

No comments:

Post a Comment