Saturday 16 March 2013

IMUNOLOGI

IMUNOLOGI
(Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep., Ns., M.M.Kes)


Apa yang Dimaksud dengan Imunitas?
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunologi berasal dari kata imun yang berarti kebal dan logos yang berarti ilmu. Imunitas adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekul-molekul yang terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan respon untuk menyambut agen asing disebut respon imun. Jadi, agen asing atau antigen adalah substansi yang dapat menyebabkan terjadinya respon imun, misalnya virus. Tidak semua respon imun melindungi dari penyakit. Beberapa agen asing seperti allergen yang ditemukan pada debu, bulu kucing dll. dapat menyebabkan penyakit sebagai konsekuensi akibat menginduksi respon imun.
Ada beberapa pengelompokan mengenai sistem imun, yang terpenting adalah pengenalan self dan non-self. Pengelompokan lainnya adalah: imunitas umum dan spesifik, imunitas alamiah dan adaptif = bawaan dan didapat, imunitas seluler dan humoral, imunitas aktif dan pasif, serta imunitas primer dan sekunder.
Bagian-bagian dari sistem imun adalah spesifik antigen (mereka mengenal dan beraksi melawan antigen khusus), sistemik (tidak terbatas pada lokasi infeksi awal, tetapi bekerja di seluruh tubuh) dan memiliki memori (mengenal dan meningkatkan serangan terhadap antigen yang sama pada waktu yang akan datang.
Pengenalan self dan non self dicapai dengan setiap sel menunjukkan suatu penanda berdasarkan pada major histocompatibility complex (MHC). Beberapa sel yang tidak menunjukkan penanda ini diperlakukan sebagai non self dan diserang.
Kadang-kadang sistem imun menyerang sel-selnya sendiri. Kasus ini dinamakan penyakit autoimun misalnya multiple sclerosis, systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, diabetes serta myasthenia gravis. Mayoritas orang tidak menderita penyakit autoimun karena mereka memiliki toleransi terhadap jaringan mereka sendiri.
Sistem Cairan Tubuh
Ada dua sistem cairan utama di dalam tubuh yaitu darah dan limfe. Sistem darah dan limfe melalui seluruh tubuh dan bertanggungjawab dalam transportasi agen-agen sistem imun.
Sistem darah
Orang dengan berat badan 70 kg memiliki kira-kira 5 liter darah, dengan berat kira-kira 7% dari berat badan total. Darah mengalir dari jantung menuju arteri, kemudian kapiler dan kembali melalui vena menuju jantung.
Darah terdiri atas 52-62% cairan plasma dan 38-48% sel-sel darah. Plasma memiliki kandungan utama air (91,5%) dan berperan sebagai solven (pelarut) untuk mengangkut material-material lain yaitu protein (7%) serta bahan lain (1,5%). Sel-sel darah dibuat dari stem cell (sel induk) dalam suatu proses yang dinamakan hematopoiesis yang umumnya terjadi di dalam sumsum tulang. Stem cell menghasilkan hemocytoblasts (hemositoblas) yang berubah menjadi prekursor untuk berbagai jenis sel darah. Hemositoblas matur menjadi 3 jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), lekosit (sel darah putih) dan platelet (trombosit).

Sel-sel darah merah (eritrosit)
Lekosit dibagi menjadi dua yaitu granulosit (mengandung granula di dalam sitoplasma) dan agranulosit (tak mengandung granula). Granulosit terdiri atas netrofil (55-70%), eosinofil (1-3%) dan basofil (0,5-1%). Sedangkan agranulosit terdiri atas limfosit (limfosit T dan limfosit B) dan monosit. Limfosit beredar di dalam sistem darah dan sistem limfe dan membuat rumah di dalam organ limfoid.

Sel-sel darah (perhatikan eritrosit, trombosit dan berbagai jenis lekosit)
Lekosit dapat hidup selama 5-9 hari. Eritrosit hidup selama kira-kira 120 hari. Eritrosit ini selanjutnya bermi kata imun: kebal dan logos: ilmugrasi ke limpa untuk mati. Berikut ini gambaran jumlah sel-sel darah.
Jumlah sel-sel darah orang dewasa normal
Eritrosit    5.0x106/mm3   
Trombosit    2.5x105/mm3   
Lekosit    7.3x103/mm3   
     Netrofil    Granulosit     50-70%
     Limfosit     Agranulosit    20-40%
     Monosit     Agranulosit    1-6%
     Eosinofil     Granulosit    1-3%
     Basofil     Granulosit    <1%
  

Struktur 5 jenis lekosit


Sistem limfe
Limfe adalah cairan jernih, transparan dan tak berwarna. Cairan limfe mengalir di dalam pembuluh limfe melalui jaringan-jaringan dan organ-organ untuk memberikan perlindungan. Tak ada eritrosit di dalam limfe dan mengandung lebih sedikit protein daripada darah.
Limfe mengalir dari cairan interstitial melalui pembuluh limfe menuju duktus thorakis atau duktus limfe kanan dan bermuara di vena subklavia, di sinilah limfe menyatu dengan darah. Limfe membawa lipid dan vitamin-vitamin yang larut dalam lipid setelah diserap dari saluran pencernaan. Seperti pembuluh darah vena, pembuluh limfe memiliki katup-katup yang mencegah aliran balik cairan. Di sepanjang pembuluh limfe terdapat limfonodi yang menyaring cairan limfe.
Sistem limfoid manusia terdiri atas:
1.    Organ-organ primer, yaitu sumsum tulang dan kelenjar timus (di belakang tulang dada di atas jantung)
2.    Organ-organ sekunder, umumnya dekat jalan masuk patogen: adenoid, tonsil, limpa, limfonodi, appendiks dan Peyer’s patches.

Sistem limfoid manusia



Imunitas Bawaan dan Imunitas Didapat
Individu yang normal memiliki 2 tingkat pertahanan terhadap agen asing, yaitu imunitas bawaan dan imunitas didapat. Imunitas ini muncul pada binatang baru lahir dan invertebrata. Imunitas didapat sering disebut juga dengan imunitas adaptif, imunitas spesifik, acquired immunity dan adaptive immunity. Imunitas jenis kedua ini dimiliki oleh vertebrata.
Imunitas bawaan
Imunitas bawaan sering juga disebut dengan imunitas alamiah, imunitas non spesifik, innate immunity dan natural immunity. Imunitas bawaan muncul sejak lahir, tersusun dari beberapa komponen yaitu:
BARIER ANATOMI
1.    Faktor mekanis
Beberapa pertahanan secara mekanis dalam tubuh kita antara lain:
-    Jaringan epitel (kulit dan mukosa) merupakan barier fisik terdepan yang sangat impermeabel terhadap agen-agen infeksi, kecuali jika terjadi kerusakan, misalnya terluka. Desquamasi kulit membantu melepaskan bakteridan agen infeksi lainnya.
-    Gerakan silia, batuk dan bersin membantu membebaskan saluran pernafasan dari patogen
-    Aliran air mata, saliva dan urin dapat mengeluarkan patogen
-    Mukus pada saluran pencernaan dan pernafasan dapat menangkap mikroorganisme
-    Peristaltik membebaskan saluran pencernaan dari mikroorganisme

2.    Faktor kemis
Secara kimiawi, tubuh kita memiliki beberapa sistem pertahanan antara lain:
-    Sekresi lambung, sekresi vaginal dan keringat yang bersifat asam (pH<7) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
-    Enzim-enzim perncerna protein dapat membunuh beberapa patogen
-    Folikel rambut menghasilkan sebum dengan kandungan asam laktat dan asam lemak yang dapat menghambat beberapa bakteri patogenik dan jamur.
-    Lisozim dan fosfolipase pada saliva, air mata, sekresi hidung, dan perspirasi merupakan enzim yang dapat merusak dinding sel bakteri Gram positif sehingga sel mengalami lisis.
-    Spermin dan zinc pada sperma merusak beberapa patogen
-    Laktoperoksidase merupakan enzim powerfull yang ditemukan pada ASI
-    Defensin pada paru dan saluran pencernaan memiliki aktifitas antimikrobial
-    Surfaktan pada paru beraksi sebagai opsonin yang memicu fagositosis partikel oleh sel-sel fagosit

3.    Faktor biologis
Flora normal (mayoritas bakteri) pada kulit dan saluran pencernaan dapat mencegah kolonisasi bakteri patogenik dengan mengeluarkan substansi toksik atau dengan bersaing mendapatkan nutrien. Biasanya flora normal tak membahayakan. Kita memiliki 1013 sel dan terdapat 1014 bakteri, yang mayoritas hidup di usus besar.
-    Ada 103-104 mikroba per cm2 di kulit (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Diphtheroid, Streptococci, Candida dll.).
-    Berbagai macam bakteri hidup di hidung dan mulut
-    Di lambung dan usus halus terdapat Lactobacilli
-    Di usus halus terdapat 104 bakteri per gram dan di usus besar 1011 per gram, 95-99% di antaranya adalah anaerob.
-    Di saluran kemih terdapat koloni berbagai bakteri dan difteroid.
-    Setelah pubertas, terdapat koloni Lactobacillus aerophilus yang meng-fermentasi glikogen untuk mempertahankan pH asam.
-    Flora normal menciptakan kesesuaian ekologis dalam tubuh, dan menghasilkan baktoriosidin, defensin, protein kationik dan laktoferin yang merusak bakteri lain.

BARIER HUMORAL
Barier anatomi sangat efektif untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme pada jaringan. Tetapi, jika barier tersebut rusak, maka infeksi dapat terjadi. Sekali agen infeksius menembus jaringan, mekanisme imunitas bawaan lainnya bekerja, yaitu inflamasi akut (radang akut). Faktor-faktor humoral berperan penting dalam radang, ini ditandai dengan edema dan rekrutmen sel-sel fagosit. Faktor-faktor humoral ini ditemukan di dalam serum atau terbentuk di lokasi infeksi.
1.    Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah mekanisme pertahanan non spesifik humoral utama, suatu sistem yang terdiri atas lebih dari 20 protein, yang dengan berbagai cara dapat diaktifkan untuk merusak bakteri. Sekali komplemen diaktifkan maka dapat memicu peningkatan permeabilitas pembuluh darah, rekrutmen sel-sel fagositik serta lisis dan opsonisasi bakteri.
Sistem komplemen menyelubungi mikroba dengan molekul-molekul yang membuatnya lebih mudah ditelan oleh fagosit. Mediator permeabilitas vaskuler meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga dapat menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi infeksi, juga mendorong marginasi (fagosit menempel di dinding kapiler). Sekali fagosit bekerja, mereka akan mati. Sel-sel mati ini bersama jaringan rusak dan air membentuk pus.

2.    Sistem koagulasi
Tergantung beratnya kerusakan jaringan, sistem koagulasi akan diaktifkan atau tidak. Beberapa produk dari sistem koagulasi berperan dalam pertahanan non spesifik karena kemampuannya untuk meningkatkan permeabilitas vaskuler dan aktifitas sebagai agen kemotaksis untuk sel-sel fagositik. Selain itu, beberapa produk sistem koagulasi merupakan antimikrobial langsung, misalnya beta-lisin, suatu protein yang dihasilkan oleh trombosit selama koagulasi dan dapat menyebabkan lisis beberapa bakteri Gram positif dengan aksi sebagai detergen kationik.

3.    Laktoferrin dan transferrin
Karena mengikat besi, laktoferin dan transferin membatasi pertumbuhan bakteri (kedua jenis protein ini merupakan nutrien esensial bagi bakteri).

4.    Interferon
Interferon adalah protein yang dapat membatasi replikasi virus di dalam sel

5.    Lisozim
Lisozim merusak dinding sel bakteri

6.    Interleukin
Interleukin -1 (IL-1) memicu demam dan produksi protein fase akut, beberapa di antaranya adalah antimikrobial yang menyebabkan opsonisasi bakteri.

BARIER SELULER
Bagian dari respon radang adalah rekrutmen netrofil, eosinofil dan makrofag (monosit di jaringan) ke lokasi infeksi.
1.    Netrofil atau PMNs (polymorphonuclear cells)
Netrofil yang direkrut melakukan fagositosis terhadap organisme lalu membunuhnya di dalam sel.


Netrofil di dalam darah

2.    Makrofag
Makrofag jaringan dan monosit yang baru direkrut yang akan berubah menjadi makrofag, juga melakukan fagositosis serta membunuh mikroorganisme di dalam sel. Selain itu, makrofag juga mampu membunuh secara ekstraseluler. Lebih jauh, makrofag mendukung perbaikan jaringan dan beraksi sebagai antigen-presenting cells (APC), yang diperlukan untuk memicu respon imun spesifik.


Makrofag alveolar (paru) menyerang bakteri E. coli

3.    Sel-sel natural killer (NK) dan lymphokine activated killer (LAK)
Sel-sel NK dan LAK secara non spesifik membunuh virus dan sel-sel tumor. Sel-sel ini bukan merupakan bagian dari respon radang.


Peran sel NK dan LAK dalam membunuh sel target

4.    Eosinofil
Eosinofil memiliki protein di dalam granula sel yang efektif untuk membunuh parasit-parasit tertentu.


Eosinofil di dalam darah
Imunitas didapat
Bagian-bagian dari sistem imun dapat berubah dan beradaptasi untuk serangan yang lebih baik terhadap antigen yang meng-invasi. Ada 2 mekanisme adaptif fundamental yaitu: imunitas diperantarai sel (cell mediated immunity) dan imunitas humoral (humoral immunity).
IMUNITAS DIPERANTARAI SEL (IMUNITAS SELULER)
Imunitas seluler diperankan oleh limfosit T. Dalam imunitas bawaan, kita ketahui bahwa makrofag menelan antigen dan membunuhnya di dalam sel. Hal ini merangsang limfosit T (sel T) untuk mengenal antigen tersebut. Semua sel tertutup oleh berbagai substansi. Cluster of differentiation (CD) yang jenisnya ada lebih dari 160 cluster adalah molekul berbeda-beda yang menutup permukaan sel. Setiap sel T dan sel B memiliki kira-kira 100.000 molekul pada permukaannya. Permukaan sel B tertutup oleh CD21, CD35, CD40, dan CD45,  serta molekul-molekul non CD. Sedangkan sel T tertutup oleh CD2, CD3, CD4, CD28, CD45R serta molekul-molekul non CD.
Sejumlah besar molekul pada permukaan limfosit menyebabkan pembentukan reseptor yang bervariasi. Ada 1018 macam reseptor karena perbedaan struktur molekul ini.
Sel T awalnya dari timus, yang melalui 2 proses seleksi. Pertama, proses seleksi positif yang hasilnya: hanya sel-sel T yang cocok dengan reseptor yang dapat mengenal molekul MHC yang bertanggungjawab terhadap pengenalan “self.” Kedua, proses seleksi negatif yang dimulai ketika sel-sel T yang dapat mengenal molekul MHC bergabung dengan peptide asing dikeluarkan dari timus.
Ada beberapa macam sel T, yaitu:
1.    Sitotoksik atau Sel T Killer (CD8+)
Sel ini mengeluarkan limfotoksin yang menyebabkan lisis sel.
2.    Sel T Helper (CD4+)
Sel ini berperan sebagai pengelola, mengarahkan respon imun. Sel-sel ini mengeluarkan limfokin yang merangsang sel T Killer dan sel B untuk tumbuh dan membelah diri, memicu netrofil, dan memicu kemampuan makrofag untuk menelan dan merusak mikroba.
3.    Sel T Supressor
Sel ini menghambat produksi sel T Killer jika tak dibutuhkan lagi.
4.    Sel T Memory
Sel ini diprogram untuk mengenal dan merespon pathogen
IMUNITAS HUMORAL
Imunitas humoral diperankan oleh limfosit B. Ada 2 macam sel B yaitu:
1.    Sel plasma
Limfosit B yang masih immatur dirangsang menjadi matur ketika antigen terikat pada permukaan reseptor dan didekatnya terdapat sel T Helper (untuk mengeluarkan sitokin). Sel B ini selanjutnya memasuki seleksi klonal, artinya berkembang biak dengan mitosis. Hasil mayoritas dari mitosis ini adalah sel plasma. Sel-sel plasma ini menghasilkan antibodi yang sangat spesifik kira-kira 2000 molekul per detik selama 4-5 hari.
2.    Sel B memori
Sel-sel B lainnya memiliki masa hidup panjang dinamakan sel memori.
Antibodi
Di atas telah disebutkan bahwa sel plasma menghasilkan antibodi. Antibodi (juga disebut immunoglobulin/Ig) adalah suatu gamma globulin yang merupakan sebagian dari protein darah. Struktur dasar dari antibodi terdiri atas:
1.    Dua Rantai ringan (light chain) yaitu L dan dua rantai berat (heavy chain) yaitu H
2.    Ikatan disulfida
3.    Regio variabel (V) dan regio constant (C)
4.    Regio engsel (hinge)
5.    Domain, yaitu domain light chain (VL dan CL) dan domain heavy chain (VH, CH1, CH2, CH3, CH4)
6.    Karbohidrat berupa oligosakarida yang umumnya terikat pada CH2

Struktur dasar dari imunoglobulin
Antibodi ini dapat meng-inaktifkan antigen dengan cara:
•    Netralisasi, yaitu pengeblokan aktifitas biologis dari molekul target mereka, misalnya toksin  berikatan dengan reseptor
•    Opsonisasi, yaitu interaksi dengan reseptor khusus pada berbagai macam sel, termasuk makrofag, netrofil, basofil, dan mast cells, membuat sel-sel tersebut mengenal dan berespon terhadap antigen
•    Aktivasi Komplemen, menyebabkan lisis langsung oleh komplemen. Rekrutmen komplemen juga menghasilkan fagositosis.


Cara kerja antibodi



Struktur immunoglobulin

Ada 5 kelas antibodi atau immunoglobulin yaitu:
1.    IgG (immunoglobulin G) dengan proporsi 76%
IgG memiliki rantai berat gamma, yang bedakan menjadi 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Merupakan imunoglobulin terbanyak pada serum
b.    Merupakan imunoglobulin terbanyak pada daerah ekstravaskuler
c.    Transfer plasental. IgG adalah satu-satunya Ig yang dapat menembus barier plasenta menuju janin dan memberikan imunitas pada masa-masa awal kehidupan bayi.
d.    Mengikat komplemen.
e.    Berikatan dengan sel. Makrofag, monosit, netrofil dan beberapa limfosit memiliki Fc reseptor yang berikatan dengan regio Fc pada IgG. Sel-sel yang terikat IgG akan lebih mengenal antigen. Ig menyiapkan antigen agar lebih mudah ditelan oleh fagosit. Opsonin merupakan substansi yang memicu fagositosis.


2.    IgM (immunoglobulin G) dengan proporsi 8%
IgM memiliki rantai berat Mu, dengan karakteristik sebagai berikut:
a.    Merupakan imunoglobulin terbanyak ketiga dalam serum
b.    IgM adalah imunoglobulin yang dibuat pertama kali oleh fetus. Imunoglobulin pertama dibuat oleh sel B virgin saat distimulasi oleh antigen.
c.    Pengikat komplemen terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat efisien untuk melisiskan mikroorganisme
d.    Memiliki fungsi aglutinasi terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat membantu untuk menggumpalkan mikroorganisme untuk dikeluarkan
e.    Berikatan dengan beberapa sel
f.    Merupakan imunoglobulin pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.

3.    IgA (immunoglobulin G) dengan proporsi 15%
IgA memiliki rantai berat alfa, yang bedakan menjadi 2 subkelas yaitu IgA1 dan IgA2. IgA memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Merupakan imunoglobulin terbanyak kedua dalam serum
b.    Merupakan imunoglobulin terbanyak pada sekresi (air mata, saliva, kolostrum, mukus). IgA penting untuk imunitas lokal.
c.    Tidak mengikat komplemen
d.    Berikatan dengan beberapa sel (netrofil dan limfosit)

4.    IgD (immunoglobulin G) dengan proporsi 1%
IgD memiliki rantai berat delta. Imunoglobulin D memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Ditemukan dengan jumlah sedikit dalam serum
b.    Secara primer IgD ditemukan pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.
c.    Tidak mengikat komplemen

5.    IgE (immunoglobulin G) dengan proporsi 0,002%
IgE memiliki rantai berat epsilon. Imunoglobulin E memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Paling sedikit terdapat dalam serum. Antibodi ini terikat sangat kuat dengan Fc reseptor basofil dan mast cell sebelum berinteraksi dengan antigen.
b.    Terlibat dalam reaksi alergi. Akibat terikat kuat dengan basofil dan mast cell, IgE terlibat dalam reaksi alergi. Pengikatan alergen ke IgE pada sel menimbulkan pelepasan berbagai mediator yang mengakibatkan gejala alergi.
c.    Berperan dalam melawan parasit cacing. Eosinofil berikatan dengan IgE kemudian menyelubungi cacing lalu membunuhnya.
d.    Tidak mengikat komplemen


Secara klinis peningkatan dan penurunan imunoglobulin terjadi pada kasus-kasus sebagai berikut:
Antibodi    Meningkat pada kasus    Menurunpada kasus
IgG    a) Chronic granulomatous infections
b) Infections of all types
c) Hyperimmunization
d) Liver disease
e) Malnutrition (severe)
f) Dysproteinemia
g) Disease associated with hypersensitivity granulomas, dermatologic disorders, and IgG myeloma
h) Rheumatoid arthritis    a) Agammaglobulinemia
b) Lymphoid aplasia
c) Selective IgG, IgA deficiency
d) IgA myeloma
e) Bence Jones proteinemia
f) Chronic lymphoblastic leukemia
IgM    a) Waldenström's macroglobulinemia
b) Trypanosomiasis
c) Actinomycosis
d) Carrión's disease (bartonellosis)
e) Malaria
f) Infectious mononucleosis
g) Lupus erythematosus
h) Rheumatoid arthritis
I) Dysgammaglobulinemia (certain cases)
Catatan:
Pada bayi baru lahir, kadar IgM di atas 20 ng./dl mengindikasikan stimulasi in utero oleh rubella virus, cytomegalovirus, syphilis, atau  toxoplasmosis    a) Agammaglobulinemia
b) Lymphoproliferative disorders (certain cases)
c) Lymphoid aplasia
d) IgG and IgA myeloma
e) Dysgammaglobulinemia
f) Chronic lymphoblastic leukemia
IgA    a) Wiskott-Aldrich syndrome
b) Cirrhosis of the liver (most cases)
c) Certain stages of collagen and other autoimmune disorders such as rheumatoid arthritis and lupus erythematosus
d) Chronic infections not based on immunologic deficiencies
e) IgA myeloma    a) Hereditary ataxia telangiectasia
b) Immunologic deficiency states (e.g., dysgammaglobulinemia, congenital and acquired agammaglobulinemia, and hypogammaglobulinemia)
c) Malabsorption syndromes
d) Lymphoid aplasia
e) IgG myeloma
f) Acute lymphoblastic leukemia
g) Chronic lymphoblastic leukemia
IgD    a) Chronic infection
b) IgD myelomas   
IgE    a) Atopic skin diseases such as eczema
b) Hay fever
c) Asthma
d) Anaphylactic shock
e) IgE-myeloma    a) Congenital agammaglobulinemia
b) Hypogammaglobulinemia due to faulty metabolism or synthesis of immunoglobulins



Beberapa pengetahuan tambahan tentang imunologi
RESPON RADANG (INFLAMASI)
Kerusakan jaringan akibat luka atau invasi mikroorganisme patogenik akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau inflamasi. Tanda-tanda klinik yang muncul antara lain:
Rubor (kemerahan)
Tumor (bengkak)
Calor (panas)
Dolor (nyeri)

Ada beberapa fungsi dari inflamasi yaitu:
1.    Mengirimkan molekul efektor dan sel-sel ke lokasi infeksi
2.    Membentuk barier fisik terhadap perluasan infeksi atau kerusakan jaringan
3.    Pemulihan luka dan perbaikan jaringan

Kejadian fisiologis utama selama inflamasi antara lain:
1.    Terjadi vasokonstriksi segera pada area setempat
2.    Terjadi peningkatan aliran darah ke lokasi radang (vasodilatasi)
3.    Terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi radang (lekosit dapat mengalir lambat dan menempel di endotel pembuluh darah
4.    Terjadi peningkatan adhesi endotel pembuluh darah (lekosit dapat terikat pada endotel pembuluh darah)
5.    Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke jaringan)
6.    Fagosit masuk jaringan (melalui peningkatanmarginasi dan ekstravasasi)

Dalam waktu singkat setelah trauma atau infeksi, pembuluh darah membawa darah, akibatnya membanjiri jaringan kapiler. Oleh karena itu jaringan menjadi merah dan memanas. Peningkatan permeabilitas kapiler mengakibatkan masuknya cairan dan sel-sel dari kapiler ke jaringan di sekitarnya. Cairan yang terakumulasi (eksudat) berkadar protein lebih tinggi daripada cairan normal. Akumulasi cairan ini mengakibatkan bengkak (edema).
Peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan velocity darah, dan peningkatan ekspresi molekul adhesi juga menyebabkan migrasi berbagai lekosit dari kapiler ke jaringan. Fagosit adalah sel-sel utama yang bermigrasi (pertama netrofil lalu diikuti makrofag). Netrofil berumur pendek lalu mati dalam jaringan. Makrofag berumur lebih lama. Selanjutnya limfosit B dan limfosit T juga masuk ke lokasi radang.

Beberapa istilah penting mengenai radang:
Marginasi    : menempelnya sel-sel pada endotel vaskuler
Ekstravasasi    : emigrasi dari endotel kapiler ke jaringan. (ekstravasasi = diapedesis)
Kemotaksis    : migrasi langsung melalui jaringan ke lokasi inflamasi
Pus        : akumulasi sel-sel mati, bahan-bahan yang tercerna oleh sel dan cairan

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi yang melibatkan mediator-mediator kimiawi. Beberapa di antaranya ada yang diturunkan dari organisme yang menginvasi, ada yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak, dari enzim plasma, serta dari sel-sel darah putih. Beberapa mediator kimiawi yang penting diketahui antara lain:
1.    Histamin (dilepaskan oleh sel-sel setelah kerusakan jaringan dan merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler)
2.    Lekotrin (dihasilkan dari membran sel dan meningkatkan kontraksi otot polos dan mendorong kemotaksis untuk netrofil)
3.    Prostaglandin (dihasilkan dari membran sel dan meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler dan mendorong kemotaksis untuk netrofil)
4.    Platelet aggregating factors (menyebabkan agregasi platelet dan mendorong kemotaksis untuk netrofil
5.    Kemokin (dihasilkan oleh berbagai sel dan berperan sebagai pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi). Ada beberapa macam kemokin, misalnya: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T cell expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein)
6.    Sitokin (dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi dan berperan sebagai pirogen endogen yang memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang sehingga terjadi lekositosis). Ada beberapa macam sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha).
7.    Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis). Ada beberapa mediator lain yaitu nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.



IMUNISASI
Imunisasi adalah memberikan perlindungan spesifik terhadap patogen-patogen tertentu. Imunitas spesifik bisa didapat dari imunisasi aktif atau pasif dan dapat terjadi secara alamiah atau buatan.
Imunitas pasif
Imunitas pasif bisa diperoleh dari transfer serum atau gamma globulin dari donor ke akseptor. Imunitas pasif bisa diperoleh secara alamiah maupun buatan.
Imunitas pasif didapat alamiah, terjadi pada saat IgG ditransfer dari ibu ke fetus melalui plasenta atau transfer IgA melalui kolostrum.
Imunitas pasif didapat buatan, terjadi ketika gamma globulin dari seseorang atau dari binatang diinjeksikan ke akseptor. Proses ini diterapkan pada keadaan infeksi akut (difteri, tetanus, measles, rabies dll), keadaan keracunan (serangga, reptil, botulisme) dan sebagai profilaksis (hipogammaglobulinemia)
Imunitas aktif
Imunitas aktif dihasilkan oleh tubuh setelah terpapar oleh antigen. Imunitas aktif dapat diperoleh secara alamiah maupun buatan
Imunitas aktif didapat alamiah, terjadi ketika paparan patogen menyebabkan infeksi sub klinik atau klinik yang mengakibatkan respon imun terhadap patogen lainnya.
Imunitas aktif didapat buatan, merupakan imunisasi yang diperoleh dengan pemberian patogen hidup atau mati atau komponen-komponennya. Vaksin yang diberikan untuk imunisasi aktif mengandung organisme hidup, organisme mati utuh, komponen mikrobial atau toksin yang disekresikan (telah didetoksifikasi).
Vaksin hidup generasi awal adalah virus cowpox yang dibuat oleh Edward Jenner untuk imunisasi smallpox. Vaksin hidup telah digunakan untuk melawan beberapa virus antara lain virus polio (vaksin Sabin), measles, mumps, rubella, chicken pox, hepatitis A, yellow fever dll. Hanya ada satu vaksin bakteri hidup yaitu untuk tuberculosis (Mycobacterium bovis: BCG).
Vaksin virus mati (oleh panas, kimiawi dan ultraviolet) ada beberapa macam misalnya polio (vaksin Salk), influenza, rabies dll. Beberapa vaksin bakterial merupakan organisme mati misalnya tifoid, kolera, pertusis dll. Beberapa vaksin bakterial dibuat dari komponen dinding sel misalnya hemofilus, pertusis, meningokokus, pneumokokus dll. Beberapa vaksin viral mengandung protein antigenik misalnya hepatitis B, rabies dll. Modifikasi dari toksin yang terlibat dalam mekanisme patogenik agen tertentu juga dapat dibuat menjadi vaksin (dinamakan toksoid) misalnya difteri, tetanus, kolera.
Jadual imunisasi aktif untuk anak
Umur
Vaksin    Bulan    Tahun
    1    2    4    6    12    15    18    24    4-6    11-12    14-16
Hepatitis-B  ¶    HeB    HeB        
HeB        
HeB   
Diphtheria, Tetanus, Pertussis  &         DTaP    DTaP    DTaP         DTaP         DTaP    Td
Hemohilus influenzae-b (CV)         Hib    Hib    Hib    Hib   
Poliovirus  ++         IPV    IPV    IVP         IPV   
Measles, Mumps, Rubella         MMR              MMR    MMR
Varicella  $         Var             
Hepatitis A  &&         HepA   

Imunisasi aktif dapat menyebabkan demam, malaise dan ketidaknyamanan. Beberapa vaksin juga menyebabkan nyeri sendi atau arthritis (rubella), kejang, kadang-kadang fatal (pertusis) atau gangguan neurologis (influenza). Alergi telur dapat berkembang sebagai konsekuensi dari vaksin viral yang dihasilkan dalam telur (measles, mumps, influenza, yellow fever). Tabel berikut memberikan contoh gambaran efek tak diharapkan yang terjadi pada vaksin DTP (difteri-tetanus-polio)




Efek-efek yang terjadi selama 48 jam pasca vaksinasi DTP
Kejadian    Frekuensi
Lokal
Merah, bengkak, nyeri    1 in 2-3 doses
Sistemik ringan/sedang
demam, mengantuk, gelisah    1 in 2-3 doses
Muntah, anoreksia    1 in 5-15 doses
Sistemik lebih serius
Menangis persisten, demam    1 in 100-300 doses
Kolaps, kejang    1 in 1750 doses
Ensefalopati akut    1 in 100,000 doses
Defisit neurologis permanen    1 in 300,000 doses





REAKSI HIPERSENSITIFITAS (ALERGI)
Hipersensitifitas adalah reaksi tak diinginkan (kerusakan, ketidaknyamanan dan kadang-kadang fatal) akibat sistem imun normal. Antigen yang memicu reaksi alergi dinamakan alergen. Reaksi alergi digolongkan menjadi 4 macam yaitu tipe I, tipe II, tipe II dan tipe IV didasarkan pada mekanisme yang terlibat dan waktu terjadinya reaksi. Biasanya kondisi klinik  khusus (penyakit) terlibat dalam lebih dari satu tipe alergi.
Hipersensitifitas tipe I
Alergi Tipe pertama ini dinamakan juga hipersensitif segera atau anafilaktik. Reaksi melibatkan kulit (urtikaria dan eksema), mata (konjungtivitis), nasofaring (rhinore, rhinitis), jaringan bronkhopulmoner (asthma) dan saluran pencernaan (gastroenteritis). reaksi dapat menyebabkan gejala minor sampai dengan kematian. Reaksi biasanya memerlukan 15-30 menit setelah terpapar antigen, meski kadang-kadang lambat (10-12 jam). Alergi ini diperantarai oleh IgE. Sel-sel primer yang terlibat adalah mast cell atau basofil. Reaksi dilipatgandakan oleh platelet, netrofil dan eosinofil. Ikatan IgE dengan mast cell dan basofil akan memicu pelepasan mediator farmakologik oleh sel. Mediator-mediator ini akan memberikan efek sebagaimana tertera pada tabel berikut:
Mediator Farmakologik pada Hipersensitifitas Tipe I
Mediator awal
Histamine    bronchoconstriction, mucus secretion, vasodilatation, vascular permeability
Tryptase    Proteolysis
Kininogenase    kinins and vasodilatation, vascular permeability, edema
ECF-A
(tetrapeptides)    attract eosinophil and neutrophils

Mediator baru
leukotriene B4    basophil attractant
leukotriene C4, D4    same as histamine but 1000x more potent
prostaglandins D2    edema and pain
PAF    platelet aggregation and heparin release: microthrombi
Pengobatan untuk alergi tipe I adalah dengan pemberian antihistamin.
Hipersensitifitas tipe II
Alergi tipe kedua ini dinamakan juga hipersensitifitas sitotoksik. Reaksi melibatkan berbagai organ dan jaringan. Antigen biasanya endogen meskipun juga ada bahan kimia eksogen (hapten) yang menempel pada membran sel. Contoh dari alergi jenis ini adalah anemia hemolitik akibat obat-obatan, granulositopenia dan trombositopenia. Reaksi terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Alergi jenis ini melibatkan IgM atau IgG, komplemen, fagosit dan sel K. Lesi mengandung antibodi, komplemen dan netrofil.  Pengobatan alergi tipe II adalah dengan pemberian anti inflamasi serta agen imunosupresif.
Hipersensitifitas tipe III
Alergi tipe ketiga ini dinamakan juga hipersensitifitas kompleks imun. Reaksi biasanya sistemik atau melibatkan berbagai organ antara lain kulit (contoh: SLE/systemic lupus erythematosus), ginjal (contoh: lupus nefritis), paru (aspergillosis), pembuluh darah (poliarteritis), sendi (rheumatoid arthritis) serta organ lainnya. Reaksi ini mungkin mekanisme patogenik penyakit akibat mikroorganisme.
Reaksi alergi terjadi 3-10 jam setelah terpapar oleh antigen. Ini diperantarai oleh kompleks imun yang larut. Mediator terbanyak adalah IgG, meskipun IgM juga dapat terlibat. Antigen dapat eksogen (infeksi kronik virus, bakteri atau parasit) dapat pula endogen (autoimunitas spesifik non-organ misalnya SLE). Antigen adalah larut dan tak terikat dengan organ yang terlibat. Komponen utama adalah kompleks imun yang larut dan komplemen. Kerusakan diakibatkan oleh platelet dan netrofil. Lesi mengandung netrofil dan endapan kompleks imun dan komplemen. Infiltrasi makrofag pada tahap berikutnya mungkin terlibat dalam proses penyembuhan. Pengobatan alergi tipe III menggunakananti inflamasi.
Hipersensitifitas tipe IV
Alergi tipe keempat ini dinamakan juga hipersensitifitas diperantarai sel atau hipersensitifitas tipe lambat. Contoh dari alergi jenis ini adalah reaksi tuberkulin (Mantoux) 48 jam setelah injeksi antigen (PPD atau tuberkulin lama). Lesi berupa indurasi dan eritema.
Hipersensitifitas tipe IV  terlibat dalam patogenesis beberapa penyakit autoimun dan infeksi (TBC, lepra, blastomikosis, histoplasmosis, toksoplasmosis, leishmaniasis dll.), granuloma dan antigen asing. Bentuk lain dari alergi tipe ini adalah dermatitis kontak (bahan kimia, logam berat dll.) dengan lesi papuler. Alergi jenis ini dikelompokkan menjadi 3 tergantung onset dan tanda klinis dan histologis, sebagaimana tertera pada tabel berikut


Reaksi Hipersensitifitas tipe IV
Tipe    Waktu Reaksi    Tanda Klinis    Histologi    Antigen dan lokasi
Kontak    48-72 jam    Eksema    Limfosit diikuti makrofag, edema epidermis    epidermal ( kimia organik, racun ivy, logam berat dll.)
Tuberculin    48-72 jam    Indurasi lokal    Limfosit, monosit, makrofag    intradermal (tuberculin, lepromin, dll.)
Granuloma    21-28 hari    Pengerasan    Makrofag, epiteloid, sel raksasa, fibrosis    antigen atau benda asing secara persisten (tuberculosis, lepra)
Mekanisme kerusakan melibatkan limfosit T dan monosit dan/atau makrofag. Sel T sitotoksik (Killer) menyebabkan kerusakan langsung ketika sel T Helper mengeluarkan sitokin yang mengaktifkan sel T sitotoksik serta merekrut dan mengaktifkan monosit dan makrofag, yang menyebabkan kerusakan besar. Lesi umumnya mengandung monosit dan sedikit sel T. limfokin utama yang terlibat antara lain faktor kemotaktik monosit, IL-2, interferon-gamma, TNF alfa/beta dll. Pengobatan menggunakan kortikosteroid dan agen imunosupresif lainnya.
Perbandingan antara keempat tipe alergi, digambarkan dalam tabel berikut.


Perbandingan keempat tipe hipersensitifitas
Karakteristik    tipe-I
(anafilaktikc)    tipe-II
(sitotoksik)    tipe-III
(kompleks imun)    tipe-IV
(tipe lambat)
antibodi    IgE    IgG, IgM    IgG, IgM    None
antigen    Eksogen    Permukaan sel    larut    Jaringan & organ
Waktu respon    15-30 menit    Menit-jam    3-8 jam    48-72 jam
Tanda    Bilur & terang    lisis and nekrosis    eritema dan edema, nekrosis    eritema and indurasi
Histologi    basophils and eosinophil    antibody and complement    complement and neutrophils    monocytes and lymphocytes
Ditransfer dengan    antibody    antibody    antibody    T-cells
Contoh    allergic asthma, hay fever    Erythroblastosis fetalis, Goodpasture's nephritis    SLE, farmer's lung disease
     tuberculin test, poison ivy, granuloma


No comments:

Post a Comment