Saturday 9 March 2013

Askep ARTRITIS REUMATOID

BAB I
PENDAHULUAN

         1.1       Latar Belakang Penulisan
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju era profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan  dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis“. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal.
   
          1.2    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai :
a.   Tujuan umum
Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi D III Keperawatan, mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.


b.  Tujuan khusus
-  Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal.
-  Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit arthritis gout.
-  Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis gout.
-  Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit rheumatoid arthritis.
- Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis.
-  Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis












BAB II
KONSEP DASAR





ARTRITIS REUMATOID

A.    Pengertian Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan,kerusakan pada sendi tulang ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)
Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

B.    Etiologi
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi.Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C.    Patofisiologi
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis  menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis  berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.

D.     Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang  ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang.
e. deformitas: kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai padamiokardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

E.     Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan – tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat – obatan.
Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari – hari dirumah maupun ditempat karja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus – menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan – badan kemasyarakatan, dan orang – orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa – masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan – latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan :
•  NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
•  Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius.
•  Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan.  Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas.

F.     Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
























ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN REMATOID ARTRITIS

A.     Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1.     Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi.
2.     Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3.     Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4.     Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.

B.    Diagnosa Keperawatan
1.  Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3.  Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas.

C.     Intervensi Dan Implementasi Keperawatan
Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.
Tindakan    Rasional
Mandiri :   
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.    Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.    Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga  pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian  tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi    Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.    Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.    Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.

Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.    meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
Berikan masase yang lembut.    meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.     Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.    Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Kolaborasi :
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.    Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
•     Asetilsalisilat (Aspirin).






•     NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.
•     D-penisilamin (cuprimine).







•     Antasida

•     Produk kodein    Obat-obatan:
• Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.
• Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.
• Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi.
• Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
• Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.    Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.
Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.    Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
Pertahankan unit TENS jika digunakan.    Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi.    Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.

Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan    Rasional
Mandiri :   
Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.    Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi.
Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat  jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.    Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan    Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.    Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.    Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.    Mencegah fleksi leher.
Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan.    Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda.     Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
Kolaborasi :
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.   
berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
Berikan matras busa/  pengumbah tekanan.    Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.
Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
• Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.






• Steroid.    Obat – obatan :
•Krisoterapi  (  garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis  /  terus – menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
•Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
Siapkan intervensi bedah :
• Atroplasti.

• Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi.
• Implan sendi.    Intervensi bedah :
•Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
•Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas.
•Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.

Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

Tindakan    Rasional
Mandiri :
Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan.   
Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.
Diskusikan arti dari kehilangan  / perubahan pada klien / orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam  berfungsi dalam gaya hidup sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.    Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana  orang terdekat menerima keterbatasan klien.    Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.    Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.    Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi  lebih lanjjut / dukungan psikologis.
Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.    Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.    Meningkatkan perasaan kompetensi/  harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klien.    Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
Berikan respon/ pujian positif bila perlu.


    Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Kaloborasi :
Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog, pekerjaan sosial.    Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
Berikan obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan alam perasaan    Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.

D.     Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1)       Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri.
2)       Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
3)       Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
4)       Tercapainya pemenuhan perawatan diri.
5)      Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang.
6)       Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi. 

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.

B.     Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal, Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.



DAFTAR PUSTAKA

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan  Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.              Jakarta : EGC.










No comments:

Post a Comment