A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Kanker
lambung adalah suatu keganasan yang terjadi dilambung, sebagian besar adalah
dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma
(kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung sering terjadi pada usia
lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50
tahun (osteen, 2003).
Kanker
lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan
kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat ke empat setelah
kanker payudara, kanker serviks, dan kanker kolorektal (Christian, 1999).
Kanker
lambung merupakan neoplasma maligna yang ditemukan di lambung, biasanya
adenokarsinoma, meskipun mungkin merupakan limfoma malignansi. Diketahui bahwa
kanker lambung 2 kali lebih umum terjadi pada pria daripada wanita. dan lebih
sering terjadi pada klien yang mengalami anemia pernisiosa (Santacroce, 2008).
Dari
beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kanker lambung adalah
neoplasma maligna yang terdapat dilambung yang sebagian besar merupakan jenis
adenokarsinoma, dan sering terjadi pada usia lanjut.
Klasifikasi kanker lambung:
1. Earlic gastric cancer.
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gastroskopi, dan pemeriksaan
histopatologis dapat dibagi atas:
1. Tipe I (protruded type). Tumor
ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan submukosa yang berbentuk
polipoid. Bentunya ireguler, permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa
ulserasi
2. Tipe II (superficial type)
dapat dibagi atas 3 sub tipe:
a. Elevated type, tampak
sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti type I, terdapat sedikit elevasi
serta dan lebih luas dan melebar,
b. Flat type, tidak
terlihat elevasi dan depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada
warna mukosa,
c. Depressed type, didapatkan
dipermukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak rata (ireguler)
hiperemesis/pendarahan.
3. Type III (excavated type).
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi
seperti IIC + III atau
III + IIc dan IIa + IIc
2. Advanced gastric cancer
(karsinoma gaster lanjut). Menurut klasifikasi bormann dapat dibagi atas:
1. Bentuknya berupa polipoid karsinoma
yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa disekitar tumor
atrofi dan ireguler
2. Bormann II. Merupakan non
infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya
menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrosis dengan warna
kecoklatan, keabuan, dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat
hiperemesis,
3. Bormann III, Berupa infaltring
carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai dinding dan terlihat adanya
infiltrasi progresif dan difus,
4. Bormann IV. Berupa bentuk diffus
infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi
difus pada seluruh mukosa.
2. Anatomi fisiologi
Lambung
terletak dibagian kiri atas abdomen tepat dibawah diafragma. Secara anatomis
lambung terbagi atas fundus, badan, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah
kanan lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayor.
Kapasitas
normal lambung sebesar 1-2 L (Lewis, 2000). Volume lambung akan meningkat pada
saat makan, dan menurun pada saat cairan lambung (kimus) masuk ke dalam usus
halus. Pada saat lambung menglami relaksasi (kosong), mukosa masuk ke dalam
lipatan yang disebut rugae. Rugae merupakan tempat sementara dari pembesaran
lambung. Pada saat lambung di isi, maka rugae menyempit dan pada saat lambung
penuh maka rugae menghilang (simon, 2003).
Sfingter
pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia
atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Di saat sfingter
pilorikum berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi,
sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam
lambung. Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai komplikasi dari
penyakit tukak lambung. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila
serat-serat otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam
duodenum.
Tidak seperti pada
daerah gastrointestinal lain, bagian otot-otot lambung tersusun dari tiga lapis
dan buka dua lapis otot polos:
1.
Lapisan longitudinal dibagian luar
2.
Lapisan sirkulasi di tengah
3.
Lapisan oblik di bagian dalam
Susunan saraf otot
yang unik akan memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang akan
diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, lalu
mendorongnya ke arah duodenum.
Persarafan
lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum
di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan seliaka. Persarafan simpatis
adalah melalui saraf splanknikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
aferan menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh perengangan, kontraksi
otot, dan peradangan, serta dirasakan didaerah epigastrium. Serabut-serabut
aferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mesenterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik
dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh
suplai darah dilambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama
berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang
mmperdarahi yaitu arteri gastroduodenalis dan arteri pankreatikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak
dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum , serta yang berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna, berjalan ke hati melalui vena
porta.
Fungsi
lambung:
Lambung
menampung makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan makanan dengan
gerakan peristaltik lambung dan getah lambung dan getah lambung. Penghancuran
makanan dilakukan dengan dua cara:
a. Mekanis : menyimpan, mencampur dengan
sekret lambung dan mengeluarkan kimus ke dalam usus. Pendorongan makanan
terjadi seacara gerakan periistaltik setiap 20 detik.
b. Kimiawi : bolus dalam lambung akan
dicampur dengan asam lambung dan enzim enzim tergantung jenis makanan enzim
yang dihasilkan antara lain pepsin asam garam,renin dan lapisan lambung.
1. Pepsin, memecah putih telur menjadi
asam amino (albumin dan pepton) agar dapat diabsorbsi di intestinum minor.
2. Asam garam (HCL) mengasamkan makanan
sebagai antiseptik dan disenfektan yang masuk kedalam makanan. Disamping itu
mengubah pepsinogen menjadi pepsin dalam suasana asam.
3. Renin, sebagai ragi pembekuan susu dan
membetuk kasein dab kaseinogen dari protein.
4. Lapisan lambung memecah lemak menjadi
asam lemak untuk merangsang sekresi getah lambung.
Sekresi getah
lambung mulai terjadi pada awal orang makan apabila melihat,mencium,merasakan
makanan maka sekresi lambung akan terangsang, karena pengaruh saraf sehingga
menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambumg melepaskan
hormon yang disebut sekresi getah lambung mengalami 3 fase yaitu:
a. Fase serebral
Antisipasi dari
makan menyebabkan stimulus merambat ke otak ke nervus vagus sampai kelambung
yang merupakan kelenjar yang terstimulasi untuk mensekresi hormon gastrin yang
disekresi oleh membran mukosa kanalis pylorus yang menghsilkan getah lambung
b. Fase gatric
Pada fase ini
gastrin lebih banyak diproduksi.
c. Fase intestinal
Masuknya darah ke
dalam intestinum menyebabkan sekresi getah lambung membentuk lebih banyak
gastrin.
3. Etiologi
Penyebab
pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang bisa
meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai berikut:
Faktor
predisposisi
1. Faktor genetik. Sekitar 10% pasien
yang mengalami kanker lambung memiliki hubungan genetik. Walaupun masih
belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen E-cadherin
terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya riwayat keluarga anemia
pernisiosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada
kanker lambung (Bresciani, 2003).
2. Faktor umur. Pada kasus ini ditemukan
lebih umum terjadi pada usia 50-70 tahun, tetapi sekitar 5 % pasien kanker
lambung berusia kurang dari 35 tahun dan 1 % kurang dari 30 tahun (Neugut,
1996).
Faktor presipitasi
1. Konsumsi makanan yang diasinkan,
diasap, atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet dari
makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung.
Sehingga menfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic
nitrosamines didalam lambung. Kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung
dan peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung memberikan
konstribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).
2. Infeksi H. Pylori. H. Pylori
adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus doudenum dan 80% tukak lambung
(fuccio, 2007). Bakteri ini menempel dipermukaan dalam tukak lambung melalui
interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari
glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (fuccio, 2009). Mekanisme utama
bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun
VacA. Racun VacA bekerja dalam menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung
melalui berbagai cara; diantaranya melalui pengubahan fungsi endolisosom,
peningkatan permeabilitas sel, pembentukan pori dalam membran plasma, atau
apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa individu, H. Pylori juga
menginfeksi bagian badan lambung. Bila kondisi ini sering terjadi, maka akan
menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya memengaruhi ulkus
didaerah badan lambung, tetapi juga meningkatkan risiko kanker lambung.
Peradangan dilendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor
limfa (lymphatic neoplasm) dilambung, atau disebut dengan limfoma MALT (Mucosa
Lymphoid Tissue). Infeksi H. Pylori berperan penting dalam menjaga
kelangsungan tumor dengan menyebabkan dinding atrofi dan perubahan metaplastik
pada dinding lambung (santacroce, 2008).
3. Mengkonsumsi rokok dan alkohol. Pasien
dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan kombinasi dengan konsumsi
alkohol kronik akan meningkatkan risiko kanker lambung (Gonzalez, 2003).
4. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa
terjadi pada pasien yang mengkonsumsi NSAIDs dalam jangka waktu yang lama dalam
hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip
lambung berulang akan meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
5. Anemia pernisiosa. Kondisi ini
merupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin (vitamin B12),
disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik sekresi lambung, kombinasi anemia
pernisiosa dengan infeksi H. Pylori memberikan konstribusi penting
terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacroce, 2008).
4. Patofisologi
Seperti pada umumnya tumor ganas
ditempat lain penyebab tumor gaster juga belum diketahui secara pasti. Faktor
yang mempermudah timbulnya. Tumor ganas gaster adalah perubahan mukosa yang
abnormal antara lain seperti gastritis atropik, polip di gaster, dan anemia
pernisiosa. Disamping itu juga pengaruh keadaan lingkungan mungkin memegang
peran penting.
Kebanyakan kanker gaster adalah
adenokarsinoma (90-95%). Yang lain limfoma, leimiosarkoma, adenoxanthoma,
karsinoid dan sarkoma, adenokarsinoma lambung terdiri dari dua type, yaitu tipe
intestinal (tipe struktur glandular) dan tipe difus (tipe infiltratif pada
dinding lambung). Kebanyakan lokasi tumor pada daerah antropilorik, kuravtura
minor lebih sering daripada kurvatura mayor.
Karsinoma
gaster berasal dari perubahan epitel pada membran mukosa gaster yang berkembang
pada bagian bawah gaster, sedangkan pada atrofi gaster didapatkan bagian atas
gaster dan secara multisenter. Karsinoma gaster terlihat beberapa bentuk:
1. Seperempatnya berasal dari propria
yang berbentuk fungating yang tumbuh ke lumen sebagai massa.
2. Seperempatnya berbentuk tumor yang
berulserasi.
3. Massa yang tumbuh melalui dinding
menginvasi lapisan otot.
4. Penyebarannya melalui dinding yang
disemari penyebaran pada permukaan.
5. Bentuk linisplatika.
6. Sepertiganya karsinoma berbagai bentuk
di atas.
Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi
muskularis propia dan akan melakukan metastasis pada kelenjar getah bening
regional. Lesi pada kanker lambung memberikan berbagai macam keluhan yang
timbul, gangguan dapat dirasakan pada pasien biasanya jika sudah pada fase
progresif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia, anoreksia,
penurunan BB, nyeri abdomen,konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini
akan memberikan berbagai masalah keperawatan.
5. Manifestasi
klinik
Gejala
awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dimulai
di kurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan gangguan fungsi lambung,
gejala mungkin tidak ada. Beberapa penilitian telah menunjukkan bahwa gejala
awal yang hilang dengan antasida, dapat menyerupai gejala pada pasien dengan
ulkus benigna. Gejala penyakit progresif dapat meliputi
a. Nyeri
b. Penurunan berat badan
c. Muntah
d. Anoreksia
e. Disfagia
f. Kelemahan
g. Hematemesis
h. Mudah kenyang
i. Darah yang nyata
atau samar dalam tinja
Prognosis dan
stadium
Prognosis
kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan
stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah
diserapkan (Hassan, 2009). Tabel berikut menggambarkan stadium patologis
dari kanker lambung, dengan menggunakan penilaian sistem TNM.
Stadium
kanker lambung dengan menggunakan sistem TNM.
|
|||||
Tumor Primer
(T)
|
Kelenjar Getah Bening (KGB)
Regional (N)
|
Metastasis Jauh
(M)
|
|||
Tis
|
Carcinoma
in situ, tumor intraepitel
|
N0
|
Kelenjar
getah bening regional tidak terlibat
|
M0
|
Tidak
ada metastasis jauh
|
T1
|
Ekstensi
tumor ke submukosa.
|
N1
|
Metastasis
pada 1-6 nodus limfe regional
|
M1
|
Ada
metastasis jauh.
|
T2
|
Ekstensi
tumor ke propia muskular dan serosa
|
N2
|
Metastasis
pada 7-15 nodus limfe regional
|
||
T3
|
Penetrasi
serosa
|
N3
|
Metastasis
pada >15 nodus limfe regional
|
||
T4
|
Invasi
ke struktur sekitar
|
||||
(Greene
FL, Compton CC, Fritz AJ, et al. AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed.
2002)
|
Pengelompokkan
stadium dan prediksi bertahan hidup
|
||||
Stadium
|
TNM
|
Bertahan hidup setelah
|
||
Stadium
I
|
T1
|
N0
|
M0
|
88%
|
Stadium
II
|
T1
|
N2
|
M0
|
65%
|
T2
|
N1
|
M0
|
||
T3
|
N0
|
M0
|
||
Satdium
III a
|
T2
|
N2
|
M0
|
35%
|
T3
|
N1
|
M0
|
||
T4
|
N0
|
M0
|
||
Satdium
III b
|
T3
|
N2
|
M0
|
35%
|
Stadium
IV
|
T4
|
N1-3
|
M0
|
35%
|
Setiap T
|
N3
|
M0
|
||
Setiap T
|
N3
|
M1
|
||
(Greene
FL, Compton CC, Fritz AJ, et al. AJCC Cancer Staging Manual. 6th ed.
2002)
|
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisis, pemeriksaan fisis
dapat membantu diagnosis berupa berat badan menurun dan anemia. Didaerah
epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan jika telah terjadi metastasis ke
hati,teraba hati hati yang ireguler, dan kadang kadang kelenjar limfe klavikula
teraba.
2. CT Scan.
Pemeriksaan CT Scan
ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat stadium dengan
sistem TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk penentuan
intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pasien.
3. Endoskopi dan biopsi.
Pada pemeriksaan
endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma lambung,
terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Paling
tidak diperlukan beberapa tindakan biopsi, karena kemungkinan terjadi
penyebaran ke submukosa dan adanya kecendrungan tertutupnya karsinoma epidermal
oleh sel epitel skuamus yang normal.
4. Pemeriksaan darah pada tinja.
Pada tumor ganas
gaster sering didaptkan perdarahan dalam tinja (occult blood), untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan tes benzidin.
5. sitologi
pemeriksaan
papanicolao dari cairan lambung dapat memasukkan tumor ganas lambung dengan
hasil 80-90%. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan
gastroskopi dan biopsi
7. Komplikasi
1. Perforasi
Dapat terjadi perforasi
akut dan perforasi kronik.
2. Hematemesis
Hematemesis yang
masif dan melena dapat terjadi pada tumor ganas lambung sehingga dapat
menimbulkan anemia.
3. Obstruksi
Dapat terjadi pada
bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah muntah.
4. Adhesi
Jika tumor mengenai
dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi dengan organ
sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut.
8. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksaan
medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan pengelompokkan stadium
tumor. Intervensi yang lazim dilakukan adalah tindakan
endoskopi,kemoterapi,radioterapi,dan intervensi bedah.
Pada
polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma
ditemukan di dalam lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba
menyembuhkannya. Sebagian besar atau semua lambung diangkat (gastrektomi) dan
kelenjar getah bening di dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma telah
menyebar ke luar lambung, tujuan pengobatan yang dilakukan adalah untuk
mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien. Kemoterapi dan terapi
penyinaran pada limfoma lebih pada karsinoma. Beberapa pasien dengan tingkat
toleransi yang baik akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Kaji riwayat diet klien, seperti
masukan makanan asap, diasinkan masukan buah dan sayuran yang rendah.
2. Kaji rasa tidak nyaman pada
epigastrium, tidak dapat makan, dan perasaan kembung setelah makan. Jika ya
sudah berapa lama dan upaya pengobatan apa yang telah dilakukan, apakah sudah
berobat ke dokter atau minum obat yang dijual bebas.
3. Kaji adanya gejala nyeri abdomen,
nyeri punggung, anemia, anoreksia, mual, muntah, cepat kenyang, disfagia, dan
malaise serta hematemesis.
4. Kaji adanya penurunan berat badan,
sejak kapan dan berapa kg penurunan berat badan sejak sakit.
5. Kaji apakah kalian merokok, berapa
banyak dalam sehari, sejak kapan, dan selama atau setelah merokok, apakah
mengalami ketidaknyamanan pada lambung.
6. Kaji apakah klien minum alkohol,
berapa banyak dalam sehari dan sejak kapan.
7. Kaji anggota keluarga ada yang
menderita penyakit kanker, jika ada apakah anggota keluarga langsung, keluarga
dekat atau kerbat jauh.
8. Kaji apakah ada seseorang yang dapat
memberikan dukungan emosional kepada klien.
9. Pemeriksaan fisik: melakukan palpasi
pada abdomen untuk mengetahui adanya massa dalam lambung.
10. Kaji adanya ansietas dan tanyakan apa yang menyebabkan ansietas
pada klien.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus,
respons pembedahan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d. intake makanan tidak adekuat.
3. Ansietas b.d penyakitnya, perubahan
pada status kesehatan/sosioekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman
kematian dan pengobatan.
4. Kurang pengetahuan tentang gangguan
lambung, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medik, intervensi bedah dan
rehabilitasi.
C. Rencana keperawatan
1. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus,
respons pembedahan.
Tujuan : dalam
waktu 7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi
HYD :
- Nyeri hilang/terkontrol.
- Ekspresi wajah
klien rileks.
- Klien dapat
istirahat dengan cukup
Intervensi :
1. Kaji riwayat nyeri: lokasi, frekuensi,
durasi dan intensitas (skala 0-10).
R/ identifikasi
data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
2. Istirahatkan pasien pada saat nyeri
muncul
R/ istirahat,
secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
pada saat nyeri muncul
R/ meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia intestinal.
4. Anjurkan duduk tegak selama 1-4 jam
setiap selesai makan
R/ untuk mencegah
terjadinya refluk
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
R/ dapat menurunkan
atau menghilangkan nyeri, nyeri merupakan komplikasi yang sering terjadi dari
kanker, meskipun respon individu berbeda.
2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d. intake makanan tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
HYD :
- Nafsu makan meningkat
- Makan habis satu
porsi
- Berat badan
bertambah
Intervensi :
1. Kaji masukan makanan klien setiap
hari.
R/ mengidentifikasi
status nutrisi klien
2. Berikan makanan sedikit tapi sering
dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif
R/ untuk mengurangi
mual dan muntah.
3. Hindari makanan terlalu manis,
berlemak atau makanan pedas
R/ dapat menjcegah
respon mual/muntah.
4. Ajarkan klien teknik relaksasi, dan
latihan sedang sebelum makan.
R/ dapat menurunkan
perasaan mual dan meningkatkan masukan oral.
5. Kolaborasi dalam pemberian antasida
R/ meminimalkan
iritasi lambung dan mengurangi resiko ulserasi mukosa
3. Ansietas b.d penyakitnya,
perubahan pada status kesehatan/sosioekonomi, fungsi peran, pola interaksi,
ancaman kematian dan pengobatan.
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan
HYD : - Pasien mampu
mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien dapat mendemonstrasikan
keterampilan
pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan
kecemasan/ketakutan dibawah standar.
- Pasien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi:
1. Kaji pengalaman klien/keluarga
sebelumnya dengan kanker
R/ Mengidentifikasi
rasa takut dan kesalahan konsep berdasarkan pengalaman dengan kanker.
2. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya
R/ klien dapat
mengekspresikan rasa takut yang dialaminya.
3. Berikan lingkungan yang nyaman dan
rileks.
R/ membantu klien
agar merasa diterima pada kondisi saat ini.
4. Jelaskan tujuan pengobtan yang
dianjurkan, dan kemungkinan efek samping
R/ klien
mendapatkan pemahaman tujuan pengobtan kanker.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat anticemas seperti diazepam.
R/ menurunkan
relaksasi dan menurunkan kecemasan.
4. Kurang pengetahuan tentang gangguan
lambung, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medik, intervensi bedah dan
rehabilitasi.
Tujuan : informasi
mengenai kanker lambung dapat dipahami setelah dilakukannya tindakan
keperawatan
HYD : pemahaman
klien tentang penyakitnya dapat meningkat.
Intervensi :
1. Kaji pemahaman klien/orang terdekat
tentang diagnosa dan alternatif pengobatan yang akan dilakukan.
R/ mengidentifikasi
pemahaman klien dan menentukan kebutuhan informasi yang diperlukan.
2. Jelaskan dan diskusikan tentang
diagnosa dan alternatif pengobatan/prosedur tindakan serta tujuannya.
R/ klien
mendapatkan kejelasan tentang penyakitnya dan alternatifnya pengobatan yang
akan dilakukan.
3. Siapkan secara fisik dan psikologis
untuk tes diagnostik dan pengobatan dan kemungkinan tindakan pembedahan.
R/ mengurangi
kecemasan klien dan dapat berpartisipasi dalam pengobatan.
4. Jelaskan beberapa gangguan esofagus
dapat timbul sewaktu waktu akibat trauma (luka bakar kimiawi atau perforasi)
R/ agar klien
mengetahui kemungkinan yang akan terjadi.
5. Evaluasi intervensi pengobatan secara
terus menerus,dan beri informasi yang cukup pada klien.
R/ untuk mengetahui
efek terapi dan klien berpartisipasi dalam perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
· Brunner
& Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
· Muttaqin,
Arif dan Kumala Sari.(2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
· Otto,
Shirley E. 2005. Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC
· Price,
Sylvia A. (2006). Patofisiologi . jakarta: EGC
· Sudoyo,
Aru W, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
· Suratum,
Skep, M.Kep & Lusiana, Skep, M.Kep. (2010). Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM
No comments:
Post a Comment