ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN
PADA Tn. H DI RUANG PERKASA
RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN
Disusun
dan Diajukkan untuk Memenuhi Tugas Individu
Praktik
Klinik Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri
Pembimbing
:
Slamet
Wijaya B, S.Kep
Ahmad
Zakiudin, SKM
Disusun
oleh :
Ahmad Sofa Mubarok
NIM. 011.003
AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 02
BENDA – SIRAMPOG – BREBES
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Klaten, 18 Januari 2013
Mengetahui
Pembimbing Akademik 1 Pembimbing
Akademik 2
Ahmad Zakiudin, SKM Slamet
Wijaya B, S.Kep
Pembimbing Lahan
Purnomo S. Kep
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur alhamdulillah
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan menyajikan sebuah makalah dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN PADA Tn. H
DI RUANG PERKASA RSJD Dr. RM. SOEDJARWADI KLATEN”.
Dimana dalam penyusunan
makalah ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan serta dorongan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Bapak Slamet Wijaya B, S.Kep dan Bapak Ahmad Zakiudin,
SKM selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan,
dan kesempatan kepada penulis untuk melengkapi tugas praktek keperawatan jiwa.
2.
Bapak Purnomo S. Kep selaku
pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan motifasi
kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
3.
Perawat bangsal PERKASA
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten
4.
Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir penulis berharap
semoga makalah kasus ini bermanfaat bagi teman-teman seprofesi khususnya
keperawatan psikiatri dan bagi pembaca yang budiman khususnya mahasiswa AKPER
AL HIKAMAH 02 BREBES. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Klaten, 18 Januari 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
2.
Tujuan Penulisan
3.
Sistematika
BAB II TINJAUAN
TEORI
1.
Pengertian
2.
Rentang Respon
3.
Proses Kemarahan
4.
Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
5.
Mekanisme Koping
6.
Penatalaksanaan
7.
Fokus Intervensi
BAB III TINJAUAN
KASUS
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa
pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya secara
supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang
manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan
jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah
perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang
dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain
untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami
kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun
perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2.
Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti
dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah
ini diharapkan mahasiswa mampu :
ü Melakukan pengkajian pada klien dengan
perilaku kekerasan
ü Merumuskan diagnosa untuk klien dengan
perilaku kekerasan
ü Membuat perencanaan untuk klien dengan
perilaku kekerasan
ü Melakukan implementasi pada klien dengan
perilaku kekerasan
ü Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku
kekerasan.
3.
Sistematika
Untuk
menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini kelompok
mengkhususkan pembahasan tentang
penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini
hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.
Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang
timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman
individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal
147).
Kemarahan merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan dan sering menimbulkan
suatu tekanan.
2.
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif
Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1.
Pernyataan (Assertion)
Respon
marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa
tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya
akan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang
terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa aman
yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif
lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan
dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang di
alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang
menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu yang
dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat merusak
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3.
Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa,
perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4.
Tanda dan
Gejala
1.
Muka merah
2.
Pandangan tajam
3.
Otot tegang
4.
Nada suara tinggi
5.
Berdebat dan sering pula tampak klien
memaksakan kehendak
6.
Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas,
harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan
merusak diri sendiri.
Modul ekspresi marah
Rendah diri
Rasa
bersalah Kecemasan
Bermusuhan
Ekspresi
Eksternal Ekspresi Internal
c.
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati
orang lain, akan memberikan perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan
perasaan marah teratasi.
d.
Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan
dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk yang ditujukan pada
orang lain maupun lingkungan.
e.
Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah
atau melarikan diri dan rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan
menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan
kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di
alami oleh individu :
ü Psikologis :
kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di
tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
ü Perilaku :
reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
ü Sosial budaya :
budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
ü Bioneurologis :
banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor
presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus
asaan, ketidak berdayaan, percaya diri
yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor
penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.
1.
Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada
suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul
jika tidak senang perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik
usus menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan
meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatub, tangan dikepal,
tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu
dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan
asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah
disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat
konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat
ditujukan pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a)
Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b)
Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c)
Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
d)
Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan. Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e)
Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1.
Aset ekonomi
2.
Kemampuan dan keahlian
3.
Tehnik defensif
4.
Sumber sosial
5.
Motivasi
6.
Kesehatan dan energi
7.
Kepercayaan
8.
Kemampuan memecahkan masalah
9.
Kemampuan sosial
10.
Sumber sosial dan material
11.
Pengetahuan
12.
Stabilitas budaya
3.
Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan
dan pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif
rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti
agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi
kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media
untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan
seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting
setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c.
Peran serta keluarga
Keluarga
merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap
keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima
tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan
kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga
yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku
maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan
skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan
secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d.
Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku
klien
e.
Terapi kejang listrik
Terapi
kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali).
- Pohon Masalah
Resiko
menciderai diri sendiri
Orang
lain atau lingkungan. E
Perlaku
kekerasan CP
Mekanisme
koping individu in efektif C
Gambar 1 : pohon
masalah PK ( Budi Anna Keliat )
5.
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku
kekerasan.
2.
Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
- Fokus Intervensi
1.
Resiko menciderai diri dan orang
lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien
dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Ø Klien mau
menjawab salam
Ø Klien mau
menjabat tangan
Ø Klien mau
menyabutkan nama
Ø Klien mau tersenyum
Ø Ada kontak mata
Ø Mau mengetahui
nama perawat
Ø Mau menyediakan
waktu untuk kontak
Intervensi :
a.
Memberi salam atau panggil nama klien
b.
Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c.
Jelaskan tujuan interaksi
d.
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e.
Beri sikap aman dan empati
f.
Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria
Evaluasi :
Ø Klien dapat
mengungkapkan perasaannya
Ø Klien dapat
mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan
lingkungan.
Intervensi :
a.
Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b.
Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c.
Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan.
Kriteria
Evaluasi :
Ø Klien dapat
mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Ø Klien dapat
menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi
:
a.
Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b.
Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c.
Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi :
· Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
· Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
· Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau
tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat
dari perilaku kekerasan.
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang
digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara
kontruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap
kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal atau memukul bantal atau kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang
kesal atau tersinggung atau jengkel (saya kesal Anda berkata seperti itu : saya
marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok
cara-cara marah yang sehat ; latihan asertif.
d.
Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang,
berdoa atau ibadah lain meminta pada Tuhan untuk beri kesabaran, mengadu pada
Tuhan kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram
tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan
tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah
klien.
Intrevensi :
a.
Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c.
Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara
tersebut.
e.
Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel atau marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 15 Januari 2013
Tanggal Masuk : 26
Desember 2012
Ruang : Perkasa
I.
PENGKAJIAN
1.
Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki -
laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus
Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
2.
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. W
Umur : 57 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten
Hubungan dengan Klien : Ayah
Kandung
II.
KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan
tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka mengancam. Klien
mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak terpenuhi,
saat marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III.
ALASAN MASUK
±4 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan tidak
mengontrol diri. Klien juga marah marah dan memukul ayahnya karena klien merasa
dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi. Kemudian oleh
keluarga, klien dibawa ke RSJD Klaten untuk kembali di rawat inap.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV.
FAKTOR PREDISPOSISI
1.
Klien mengalami gangguan jiwa sejak 11
tahun yang lalu dan pernah masuk rumah sakit jiwa klaten >35x.
2.
Tidak mau kontrol, dan putus obat selama
1 minggu.
3.
Klien mengatakan bahwa anggota
keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
4.
Klien mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan yaitu masuk penjara selama 3 minggu karena mencoba membobol ATM.
V.
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Tanda – tanda Vital :
1)
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2)
Nadi :
78 x/menit
3)
Suhu badan : 36.4 0C
4)
Respirasi : 23 x/menit
2.
Ukuran
1)
Tinggi Badan : 168 cm
2)
Berat badan : 70 Kg
3.
Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan
tidak ada keluhan fisik.
VI.
PSIKOSOSIAL
1.
Genogram
Keterangan :
Laki – laki Satu
Rumah
Perempuan Garis
Perkawinan
Meninggal Garis
Keturunan
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada
bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling disukainya adalah bagian
wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan
dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke dua dari
lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan
bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan masyarakat.
klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong,
pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya
sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas biar bisa bekerja dan
menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling
dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah
ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu
Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien
mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya,
apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam
keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien
sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian,
arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial
seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah sakit hubungan klien dengan
klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien
mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan saat di rumah sakit klien
tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan dan semua
itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
·
Klien tampak agak rapi,
rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
·
Cara berpakaian
sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
·
Klien menggunakan
sandal.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi,
tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan
lancar.
Masalah Keperawatan
: -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak
tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah mampu mengendalikan emosinya
yang labil.
Masalah
Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak
gembira, saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan
: -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang
stabil.
Masalah Keperawatan
: Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif,
cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
Masalah
Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak
mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak
berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan karena dapat
kooperatif.
Masalah
Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
·
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan
jelas yang ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang
benar pada saat wawancara.
·
Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan
dengan klien bias menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10.
Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar
oleh ayahnya. Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan
benar.
Masalah Keperawatan
: -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik
misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan
: -
12.
Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat
mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan
pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13.
Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak
mengingkari terhadap penyakitnya karena klien mampu menjelaskan mengapa klien
bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien
bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1.
Makan
Klien mampu makan
dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x sehari,
pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2.
BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari,
BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3.
Mandi
Klien mengatakan
mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan tubuh
baik.
4.
Berpakaian
Klien mengatakan
ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien dapat
memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah
sakit.
5.
Pola
Istirahat Tidur
Klien selama ini
tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8 jam
perhari, baik malam maupun siang.
6.
Penggunaan
Obat
Klien mengatakan
dirumah sakit selalu minum obat.
7.
Aktivitas
di dalam rumah
Klien bisa membantu
pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8.
Aktivitas
diluar rumah
Klien mengatakan
bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX.
MEKANISME KOPING
ü Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
ü Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan
menyiapkan makanan.
X.
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1.
Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2.
Masalah berhubungan dengan lingkungan
klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3.
Masalah dengan kesehatan (-)
4.
Masalah dengan perumahan, klien tinggal
dengan ayah dan adiknya.
5.
Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien
di penuhi oleh ayahnya.
XI.
ASPEK MEDIK
Terapi obat :
ü Inj. Lodomer :
1amp IM extra
ü Trihexiyl Phenidyl :
3 x 2 mg
ü Haloperidol :
3 x 5 mg
ü Resperidon :
2 x 2 mg
XII. MASALAH KEPERAWATAN
1.
Prilaku kekerasan
2.
Resiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.
Harga diri rendah
4.
Disstres spiritual
XIII. ANALISA DATA
NO
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
1
|
DS : klien mengatakan dirumah
marah-marah kepada ayahnya karena keinginanya tidak dipenuhi dan merasa
dibohongi. Serta klien memukul ayahnya sampai berdarah.
DO : face tegang, mudah tersinggung
saat di ajak bicara, tatapan mata tajam, muka tampak merah.
|
Perilaku Kekerasan
|
Resiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
|
2
|
DS : klien
mengatakan saat mempunyai masalah dipendam sendiri, tidak mau bercerita.
DO : pasien tidak
banyak bicara, pasien berdiam diri
|
Koping Individu
Tidak Efektif
|
Perilaku Kekerasan
|
XIV.
( Efek )
( Core Problem )
( Causa / Penyebab )
|
Resiko
Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku
Kekerasan
Koping Individu Tidak Efektif
XV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang
Lain, Lingkungan berhubungan dengan Perilaku Kekerasan
2.
Perilaku Kekerasan berhubungan dengan
Koping Individu Tidak Efektif
XVI. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
|
Tujuan
|
Criteria hasil
|
Intervensi
|
Resiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
|
TUM:
Kliendapat
melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK
1:
Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
TUK
2:
Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan penyebab kekerasan
TUK
3 :
Klien
dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
TUK
4;
Klien
dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
TUK
5;
Klien
dapat mengidentikasi akibat perilaku kekerasan
TUK
6 :
Klien
dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
TUK
7 :
Klien
dapat menggunakan obat dengan benar ( sesuai dengan program )
|
1.
klien mau membalas salam
2.
klien mau
menjabat tangan
3.
klien mau
menyebut nama
4.
klien mau
tersenyum
5.
klien mau
kontak mata
6.
klien mau
mengetahui nama perawat
1.
klien
mengungkapkan perasaanya
2.
klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan marah dari lingkungan atau orang lain
1.
klien mampu
mengungkapkan perasaan saat marah/jengkel
2.
klien dapat
menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
1.
Klien dapat
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2.
Klien dapat
bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
3.
Klien dapat
mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah
1.
Klien dapat
menjelaskan akibat dari cara yang digunakan
·
Akibat pada
klien sendiri
·
Akibat pada orang
lain
·
akibat pada
lingkungan
1.
klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara :
-
Fisik: Tarik nafas dalam , olah raga, memukul bantal
-
Verbal: Mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
2.
klien dapat mendemonstrasikan cara fisik (memukul bantal) untuk mencegah
perilaku kekerasan.
1.
Klien dapat
menyebut kan obat – obat yang di minum dan kegunaanya ( jenis
,waktu,dosis,dan efek )
2.
Klien dapat
minum obat sesuai program pengobatan
|
1.
ber salam
panggil nama
2.
sebutkan nama
perawat sambil jabat tangan
3.
jelaskan
maksud hubungan interaksi
4.
jelaskan
kontrak yang akan dibahas
5.
beri rasa
aman dan simpati
6.
lakukan
kontak mata singkat tapi sering
1.
beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
2.
bantu klien
untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
1.
Anjurkan
klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah
2.
Observasi
tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
3.
Simpulkan
bersama klien tanda dan gejala kesal yang di alami
1.
Anjurkan
klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien .
2.
Bantu klien
bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3.
Bicarakan
dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan klien masalahnya selesai
1.
bicarakan
akibat dan cara yang dilakukan klien
2.
bersama klien
menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien
3.
Tanya pada
klien apakah ia ingin mempelajari cara yang baru dan yang sehat.
1.
Bantu klien
memilih cara yang paling tepat untuk klien
2.
Bantu klien
mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
3.
Bantu klien
untuk menstimulasikan cara tersebut atau dengan role play
4.
Beri
reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasikan cara tersebut
5.
Anjurkan
klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat jengkel atau marah.
1.Jelaskan
jenis-jenis obat yang di minum pada klien dan keluarga.
2.Diskusikan
manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seijin dokter
3.Jelaskan
prinsip benar minum obat(baca nama yg tertera pd botol obat,dosis obat ,waktu
dan cara minum)
1.Anjurkan
klien minum obat tepat waktu
2.Anjurkan
klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenang kan
3.Beri
pujian jika klien minum obat dengan benar.
|
XVII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Waktu
|
Dx
|
SP
|
IMPLEMENTASI
|
EVALUASI
|
Selasa
15/01/13
17.00
17.00
|
1
|
SP 1
SP 2
|
1.
Membina
hubungan saling percaya dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik
2.
Menyapa klien
dengan ramah,baik verbal maupun non verbal.
3.
Memperkenal
diri dengan sopan.
4.
Menjelaskan
tujuan pertemuan dengan lengkap
5.
Menanyakan
nama klien dengan lengkap.
6.
Mengatakan
dengan jujur dan menepati janji
7.
Menunjukkan
rasa empati dan menerima klien apa adanya.
8.
Memberikan
perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
1. Mengkaji pengetahuan
klien tentang perilaku kekerasan dan penyebab.
2. Memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab perilaku kekerasan
3. Memberikan pujian terhadap
kemampuan klien memngungkap kan persaan nya.
|
S : Klien senang
karena disapa oleh perawat.
O :
· Klien mau berjabat tangan
· Klien mau bercerita tentang diri
nya
· Kontak mata cukup
A : Klien mampu membina hubungan saling percaya, SP 1 tercapai.
P : Lanjutkan SP 2,klien dapat mengidentifikasi penyebab marah.
K : Klien di minta untuk mencari
penyebab marah.
S
: Klien marah apabila keinginannya tidak terpenuhi
O
:
• Klien dapat mengungkapkan perasaan marah
atau jengkel.
• Klien tampak tegang tegangan dan tatapan
mata tajam.
A
: Klien mampu mengungkapkan penyebab marah atau jengkel,SP 2 tercapai.
P
: Lanjutkan SP 3, klien dapat mengontrol dan penanganan perilaku kekerasan
dengan cara sholat dan berdoa.
K
: Klien diminta untuk mencari penyebab dan tanda marah yang belum di
ungkapkan
|
Rabu
16/01/2013
12.30
|
|
SP 3
|
1. Mendiskusikan bersama
klien tentang apa yang dirasakan saat klien marah
2. Mendiskusikan bersama
klien tentang tanda-tanda perilaku kekerasan.
|
S : klien saat marah akan berbicara dengan nada tinggi, tangan
mengepal, matanya menatap tajam, wajahnya tampak merah.
O : pasien menunjukkan tanda-tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap tajam
c. Tangan mengepal.
A : klien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala saat marah atau
jengkel. SP 3 tercapai.
K : klien diminta untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
sering dilakukan.
|
|
SP 4
|
1.
Menganjurkan
klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang bias dilakukan.
2.
Membantu
klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan.
3.
Membicarakan
dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan oleh klien masalah akan
teratasi.
|
S : klien akan marah-marah apabila keinginanya tidak dipenuhi dan
memukul pintu / jendela.
O : klien tampak :Tegang, tangan mengepal, mata menatap tajam,
wajah memerah.
A : klien mampu mengungkapkan perilaku kekerasan yang bisa
dilakukan. SP 4 tercapai.
P : lanjutkan SP 5, klien dapat mengungkapkan perilaku yang
sering dilakukan saat marah.
K :klien diminta untuk mengingat kembali akibat yang akan
ditimbulkan.
|
|
Kamis
18/01/2013
11.15
|
|
SP 5
|
1. Membicarakan akibat atau kerugian dan cara yang dilakukan kilen
pada saat marah
2. Menyimpulkan bersama klien akibat dari cara yang digunakan oleh
klien
3. Menanyakan kepada klien apakah klien mau mempelajari cara-cara
yang baru dan sehat
|
S : klien sangat menyesal dan ingin minta maaf setelah dirinya
marah – marah dan memukul ayahnya.
O : klien tampak : sedih, ingin menangis, mata menatap tajam,
wajah memerah.
A : klien mampu mengungkapkan akibat atau kerugian dari perilaku
kekerasan yang dilakukannya, SP 5 tercapai.
P : lanjutkan SP 6, klien dapat mengontrol perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
K : klien diminta untuk
berlatih mengontrol marah dengan cara sholat dan berdoa.
|
12.00
|
|
SP 6
|
1.
Melatih klien
mengontrol perilaku kekerasan dan penanganan dengan cara sholan dan berdoa
2.
Menganjurkan
klien memasukkan dalam jadwal kegiatan.
|
S
: Klien mengatakan jarang sholat dan merasa doa nya tidak dikabulkan.
O
: Klien tidak melaksanakan sholat dan berdoa.
A
: SP 6 belum tercapai
P
: Ulangi dan Pertahankan SP 6,
K
: Klien diminta berlatih untuk meminum obat secara teratur
|
|
SP 7
|
1.
Melatih klien
minum obat dengan teratur
2.
menganjurkan
klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
|
S
: Klien mengatakan minum obat secara teratur setelah makan.
O
: Klien mau minum obat tanpa paksaan perawat.
A
: SP 7 tercapai
P
: Ulangi SP 6, dan pertahankan SP 1 – SP 7.
K
: Klien diminta untuk mempertahankan apa yang telah dilakukan tadi.
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama
: Islam, Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan
: Belum Kawin, Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien
mengatakan keinginan harus selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya.
Saat marah klien suka memukuli ayah, pintu/jendela. Apabila punya masalah klien
tidak mau bercerita dan memilih untuk diam diri dan memendamnya sendiri. Klien
sudah pernah opname 35 kalli di RSJ klaten
IDENTITAS
PENANGGUNG JAWAB
Sesuai
dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda
gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan
gejala perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya
harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang sering dilakukan klien adalah
marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai
data yang ada didalam teori.
B.
DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan
b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus
Tn. H didapatkan hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan
memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku
yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah,
memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas
(asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad
dasarnya tidak efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan
klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak
efektif hal ini didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai
berikut : klien apabila ada masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam
diri dan memendamnya sendiri.
C.
INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7
tindakan yang telah dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya.
Dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap
klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, tunjukkan
sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri perhatian pada klien,
dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok tidak mengalami
hambatan karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien
untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan
kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan
rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami
kesulitan atau kendala, karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah yang
dialami yaitu karena keinginan yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah
anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel,
observasi tanda, perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak
mengalami kendala karena klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat marah,
jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat
marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit
diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan
klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien
bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan
dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan
untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami kesulitan kendala karena klien dapat
menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu berbicara keras dan
berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan
akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan
akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien
ingin membicarakan cara baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan
bersama dengan klien membicarakan akibat dan kerugian yang klien lakukan dan
menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat
atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak
mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan
akibat dan kerugian dari cara yang telah klien gunakan adalah klien bisa
menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin
belajar cara yang baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara
klien yang sehat, didiskusikan dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah
kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah klien mau mempelajari cara baru
sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan sehat tersebut,
mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami
kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat
dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D.
EVALUASI
Pengkajian inervensi dan
implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan
menjabarkan atau menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya
dengan menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang:
kontak mata kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, duduk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang
dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP
1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh
penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang
lain dan lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena
klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi.
Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi
yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah
atau jengkel dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami
yaitu : suka marah-marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit
diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan
baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah
tetangganya. Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan
tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di
lakukan oleh klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun
orang lain. Dalam SP 5 ini penulis tidak
mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat
mempraktekan cara yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan
berdoa. Dalam SP 6 ini penulis mengalami
kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak ada kendala dalam pelaksanaan
tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 7 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang
dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah
membina hubungan saling percaya, membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien,
membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi
marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1.
Hindarkan hal-hal
yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan yang
tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2.
Ekspresikan marah
dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain
3.
Anjurkan klien untuk
mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan maupun
diluar ruangan.
4.
Anjurkan klien minum
obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5.
Anjurkan klien
kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1.
Perawat perlu
mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa lalu
dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2.
Perawat perlu
mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk
dapat pemecehan masalahya.
3.
Perawat perlu
mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang konstruktif.
4.
Melakukan aktivitas
fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang membantu
relaksasi otot seperti olahraga.
5.
Mengikutsertakan
klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1.
Dapat memperthankan
keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan selama ini.
2.
Pertahankan
kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.
Untuk mahasiswa :
1.
Tingkatkan semangat
individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat memberikan
asuhan keperawatan secara profesional.
2.
Mempersiapkan diri
baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang keperawatan
jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral
Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Direktorat
Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat
B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa.
Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku
Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple
and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
No comments:
Post a Comment