Saturday 30 March 2013

Askep dimensia pada gerontik


TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (desruptive) ataupun tidak mengganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminology yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degenerative yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku, dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperoleh.

B.  Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta), peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut 65-70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0,5-1,0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10-15 % atau sekitar 3-4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yaitu Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70 %. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20 % sisanya 15-35 % disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50-60 % dan 30-40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
Klasifikasi :
1.      Menurut Umur :
a.       Demensia Senilis (> 65th)
b.      Demensia Prasenilis (< 65th)
2.      Menurut perjalanan penyakit :
a.       Reversible
b.      Ireversibel (normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B defisiensi, Hipotiroidisme, Intoxikasi Pb)
3.      Menurut kerusakan otak Tipe Alzheimer :
a.       Tipe non-Alzheimer
b.      Demensia Vaskuler
c.       Demensia Jisim Lewy (Lewy Body Dementia)
d.      Demensia Lobus frontal-temporal
e.       Demensia terkait dengan SIDA (HIV-AIDS)
f.       Morbul Parkinson
g.      Morbus Pick
h.      Morbus Jakob-Creutzfeldt
4.      Sindrom Gerstmann-Straussler-Scheinker :
a.       Prion disease
b.      Palsi Supranuklear progresif
c.       Multiple Sklerosis
d.      Neurosifilis
e.       Tipe Campuran
5.      Menurut sifat klinis :
a.       Demensia proprius
b.      Pseudo-demensia

C.  Etiologi
Disebutkan dalam salah satu literature bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vaskuler (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

D.  Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler .
1.      Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenerative (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenerative menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mempu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktivitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagiatas 3 stadium, yaitu :
a.       Stadium 1
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktivitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
b.      Stadium 2
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia. Gejalanya antara lain :
§  Disorientasi
§  Gangguan bahasa (afasia)
§  Penderita mudah bingung
§  Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
§  Dan pada gangguan visuospasial menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20 %.
c.       Stadium 3
§  Penderita menjadi vegetative
§  Tidak bergerak dan membisu
§  Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
§  Tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil
§  Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
§  Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2.      Demensia vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “ Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler dari pada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian tehadap diri sendiri dan respon emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuler, diantaranya :
a.       Kelainan sebagai penyebab demansia :
§  Penyakit degenerative
§  Penyekit cerebrovaskuler
§  Keadaan anokasi/cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
§  Trauma otak
§  Infeksi (aids, ensefalitis, sifilis)
§  Hidrosefalus normotensi
§  Tumor primer atau metastasis
§  Autoimun, vaskulitif
§  Multiple sclerosis
§  Toksik
§  Kelainan lain : epilepsy, stress mental, heat stroke, whipple disease
b.      Kelainan/keadaan yang dapat menampilkan demensia
§  Ganguan psiatrik :
1)      Depresi
2)      Anxietas
3)      Psikosis
§  Obat-obatan :
1)      Psikofarmaka
2)      Antiaritmia
3)      Antihipertensi
§  Antikonvulsan :
1)      Digitalis
§  Gangguan nutrisi :
1)      Defisiensi B 12
2)      Defisensi asam folat
3)      Marchiava-bignami disease
§  Gangguan metabolism :
1)      Hiper/hipotiroidi
2)      Hiperkalsemia
3)      Hiper/hiponatremia
4)      Hipoglikemia
5)      Hiperlipidemia
6)      Hipercapnia
7)      Gagal ginjal
8)      Syndrome chusing
9)      Addison’s disease
10)  Hipopitiutari
11)  Efek remote penyakit kanker

E.   Tanda dan Gejala
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degenerative. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar dibalik poenurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitive. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama focus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali lagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral Simptom) yang dapat terjadi pada lansia penderita demensia, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda gejala demensia adalah sebagai berikut :
1.      Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2.      Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
3.      Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita berkali-kali.
4.      Ekspresi yang berlebihan misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaaan-perasaan tersebut muncul.
5.      Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

F.   Diagnosis
Diagnosisi difokuskan pada hal-hal berikut ini :
1.      Pembedaan antara delirium dan demensia
2.      Bagian otak yang terkena
3.      Penyebab yang potensial reversible
4.      Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relative mudah)
5.      Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yang disebut
6.      Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
7.       Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EEC
8.      Pencitraan otak amat penting CT scan atau MRI
Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus memebantu semua kebutuhan harian lansia, sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktivitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami lansia penderita demensia. Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia. Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan saling meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat lansia dengan demensia.

G.  Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada dimana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mengatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak dekat, genggam tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia dengan demensia di rumahnya.

H.  Pencegahan dan Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1.      Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2.      Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3.      Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a.       Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama.
b.      Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi.
4.      Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.






























ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk Indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satunya adalah Alzheimer. Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah pasca bencana alam tsunami ternyata ditemukan kasus lansia dengan Alzheimer.

A.  Pengkajian
Demensia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia di Indonesia.
1.      Tanda dan Gejala
a.       Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
b.      Pelupa
c.       Sering mengulang kata
d.      Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
e.       Cepat marah dan sulit diatur
f.       Kehilangan daya ingat
g.      Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
h.      Kurang konsentrasi
i.        Rentan terhadap kecelakaan : jatuh
j.        Mudah terangsang
k.      Tremor
l.        Kurang koordinasi gerak
2.      Cara melakukan pengkajian
a.       Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada klien lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1)      Selalu mnegucapkan salam kepada pasien seperti : selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2)      Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3)      Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4)      Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5)      Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6)      Bersikap empati dengan cara :
Ø Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
Ø Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien berpikir dan menjawab
Ø Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
Ø Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien
7)      Gunakan kalimat yang singkat jelas sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat yang jargon)
8)      Bicara lambat, ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika bertanya tunggu respon pasien
9)      Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata –kata yang sama
10)  Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.
11)  Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
12)  Sikap komunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, rileks dan terbuka
13)  Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien :
Ø Tidak berisik atau ribut
Ø Ruangan nyaman, ventilasi dan cahaya cukup
Ø Jarak disesuaikan untuk meminimalkan gangguan
Mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan teknik mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi perilaku pasien untuk tanda-tanda seperti :
1)      Kurang konsentrasi
2)      Kurang kebersihan diri
3)      Rentan terhadap kecelakaan : jatuh
4)      Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
5)      Tremor
6)      Kurang kordinasi gerak
7)      Aktivitas terbatas
8)      Sering mengulang kata-kata
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunujukkan afek yang labil, datar dan tidak sesuai. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.

B.  Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan :
1.      Gangguan Proses Pikir
2.      Resiko Cedera : jatuh

C.  Tindakan Keperawatan / Intervensi
1.      Diagnosa I “lansia depresi dengan gangguan proses piker : pelupa / pikun”
a.       Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan agar pasien mampu :
1)      Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan tempat
2)      Melakukan aktivitas sehari-hari secara optimal
Intervensi :
1)      Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya, misal tempat tidur, lemari, pakaian dll.
2)      Beri kesempatan pada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
3)      Beri kesempatan pada klien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.
4)      Beri kesempatan pasien mengenal dimana dia berada.
5)      Berikan pujian jika pasien dapat menjawab dengan benar.
6)      Observasi kemampuan pasien untuk memilih aktivitas yang dapat dilakukan.
7)      Beri kesempatan pada pasien untuk memilih aktivitas  yang dapat dilakukannya.
8)      Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya.
9)      Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
10)  Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
b.      Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
1)      Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat.
2)      Menyediakan sarana yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas.
Intervensi :
1)      Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien.
2)      Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar.
3)      Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien.
4)      Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
5)      Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki oleh pasien.
6)      Anjurkan keluarga untuk memantau lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
7)      Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat.
8)      Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien.
9)      Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
10)  Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
2.      Diagnosa II “lansia demensia dengan resiko cedera : Jatuh”
a.       Tindakan pada pasien
Tujuan :
1)      Pasien terhindar dari cedera
2)      Pasien mampu mengontrol aktivitas yang dapat mencegah cedera.


Intervensi :
1)      Jelaskan faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana.
2)      Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera : bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong.
3)      Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
b.      Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
1)      Menidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
2)      Keluarga mampu menyediakan lingkungan untuk mencegah cedera.
Intervensi :
1)      Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
2)      Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti : lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan pasien, sediakan tempat tidur yang rendah.

D.  Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga.
1.      Ganguan proses pikir : bingung
a.       Kemampuan pasien :
1)      Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar.
2)      Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal.
3)      Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini.
4)      Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadwal.
5)      Mempu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
b.      Kemampuan keluarga
1)      Mampu membantu pasien mengenal waktu, tempat dan orang.
2)      Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran dengan tulisan yang besar dan jam besar.
3)      Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadwal yang telah dibuat.
4)      Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian.
2.      Resiki cedera
a.       Kemampuan pasien :
1)      Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera.
2)      Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah cedera.
3)      Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan
b.      Kemampuan keluarga :
1)      Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera.
2)      Menyediakan pengaman di dalam rumah.
3)      Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien.
4)      Selalu menemani pasien di rumah.
5)      Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien.

















DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik. Edisi2. Buku Kedokteran. Jakarta ; EGC.
Stanley, Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi2. Jakarta ; EGC.